Saya tidak antipati
dengan dangdut. Bukan pula pengharam musik. Rasanya lebih berbahagia menghargai
karya orang lain. Tentu saja menentramkan hati bila bisa menjaga laku maupun
ucap dari perbuatan mencela sesuatu yang berakibat kesal hati.
Miris menyelip
akhir-akhir ini. Saya yang awalnya kurang peduli terhadap dangdut, Agustus 2013
ini seakan tersadar akan kekurangsadaran saya. Lirik dangdut ibarat bombardemen
yang bisa menggempur akhlak generasi Indonesia secara halus. Dangdut, oh music of my country ... jenis irama
musik yang ditandai pukulan tetap bunyi gendang, meski dizaman kini tak ada
gendang pun tetap bisa dangdutan (kalau ada medianya).
Dalam sehari, ketika
melewati jalanan hendak ke tempat saya berbagi ilmu, bisa puluhan kali saya
mendengar lagu dangdut. Tentu dengan lirik berbeda-beda. Nahas sekali Agustus
ini, bulan perjuangan para pahlawan bangsa dihargai dengan perayaan-perayaan
perlombaan diiringi dangdutan.
OK! Saya hargai
sportivitas dalam perlombaan. Lomba joget dangdut ala artis di tv, lomba nyanyi
dangdut, maupun lomba apa pun berbau dangdut. Setiap lomba mengingatkan kembali
kegigihan pejuang di masa lalu. Tapi, lirik-lirik dangdutnya minta ampun (buaya
buntung, mengintip rok mini, lubang buaya, belah duren, lara hati suami lupa
istri, judi dan minuman, nyeri hate talak tilu sakalian, dll).
Jika pendangdut,
penyuka dangdut, atau pihak lain yang berkaitan dengan dangdut berdalih:
penyanyi, dangdut, kan, sudah dewasa, dangdut untuk dewasa, dll. Woi...
anak-anak yang di dekat kalian mau kalian jadikan tunarungu dan tunanetra? Atau
mau kalian matikan rasa mereka. Kalian anggap mereka tidak punya telinga, mata,
hati, dan indra lainnya..
OMG!
Relakah kalian sebagai
orang tua membiarkan putra-putrinya hancur perlahan? Setiap hari sarapan dengan
lirik yang kurang senonoh. Mendarah daging menjadi kebiasaan setelah mereka
penasaran, kemudian malah terbawa ke dalam lagu ber-lirik negatif.
Sekali lagi, saya
menghargai siapa pun pekerja seni. Namun, ada harapan yang begitu besar dalam
hati saya sebagai warga Indonesia. Semoga dangdut tidak hanya mengumbar lirik
negatif, namun bisa menjadi seni rakyat, sebentuk kesenian masyarakat banyak
yang dapat menimbulkan rasa indah yang diciptakan anggota masyarakat yang
hasilnya merupakan milik bersama. Terutama, semoga bisa membawa generasi
Indonesia menjadi generasi yang lebih baik melalui lirik yang diperdengarkan.
kalau dangdut di zaman dulu secara lirik dan musikalitas mungkin lebih mending, lebih halus kedengarannya di telinga. sebut saja misal lagu2nya rhoma irama. tapi memang makin ke sini kualitas dangdut seperti makin asal2an saja dibikinnya dengan lirik vulgar dan musik ajep2. menyinggung soal anak2, kayaknya produksi lagu anak2 yang "aman" seperti yang pernah eksis di era '90-an itu perlu dibangkitkan kembali.
BalasHapussekadar berbagi opini. salam :)
setuju banget.
HapusWow,, bener ...
BalasHapuslirik lagu dangdut zaman skrg bener2 pengen bikin sy tutup telinga rapat , kalo perlu tutup mata juga :(
BalasHapusIya teman-teman. Sayangnya kalau kita tutup telinga rapat, mereka malah bisa seenaknya membuat lirik yang lebih menghancurkan. Inilah salah satu cara suara saya, menuliskan keprihatinan melalui media blog.
BalasHapus