Tak pernah sekalipun
terdengar keluhan rasa sakit dari kedua bibirnya. Hanya kita (kedua orangtua
dan kakak-kakaknya) dari pihak keluarga yang justru sering mengajaknya ke
dokter (bahkan setengah memaksa agar mau ke dokter). Begitupun ketika Selasa, (07/10/2014)
pukul 00.00 WIB pihak keluarga memaksanya ke rumah sakit karena melihat
kondisinya gelisah, tidak mau diam, bolak balik ke kamar mandi, tubuhnya lemah
dan pucat.
Di rumah sakit, ia
dinyatakan tidak apa-apa dan dibawa pulang. Namun, sekitar pukul 03.00 WIB ia
meminta anggota keluarga menemaninya berkumpul. Dekapan hangat keluarga serta saling
menyemangati antar anggota keluarga menyelimuti dirinya dalam ruangan yang
biasanya digunakan menonton televisi.
Doa-doa, kalimah thoyyibah,
serta kedua kalimah syahadat terucap dari anggota keluarga. Ia mengikuti tanpa
ragu. Ketika seorang kakaknya mengatakan, “Choi, kamu harus sembuh, nanti aku
enggak ada teman becanda.”
Ia pun mengamininya
dengan segera. Begitu ketika seruan untuk mengajak salat berkumandang, ia
mengikuti setiap lafalnya. Bahkan mengajak semuanya salat meski keadaannya
begitu lemah. Ke kamar mandi saja harus dipapah oleh 3 orang.
Hal paling berkesan
suasana subuh itu adalah ia sebut nama anggota keluarganya, memintanya
mendekat, mulai dari kedua orangtuanya hingga seluruh kakaknya, dipeluknya erat
satu per satu. Pesan terindah yang tak mungkin untuk terlupakan, tersirat
lembut mengikat kuat. Sesakit apapun,
bagaimanapun keadaannya, salat lima waktu merupakan kewajiban!
Air mata anggota
keluarga berjatuhan melihat kondisinya yang tanpa daya. Dan akhirnya memutuskan
membawanya ke RS. Pindad Bandung. Di tempat inilah, para dokter meminta keluarga pasien
untuk tabah menerima apapun nanti hasilnya. Mereka bilang, “Jantung pasien
tidak dapat memompa darah. Darah merah kalah sama darah putih. Kuman sudah
menyebar menuju jantung, dll.”
(Perjuangan Tuloh ketika di RS. Pindad)
Keputusan akhir dari
para dokter agar pasien segera cuci darah, segera pihak keluarga terima. Sayangnya,
peralatan di rumah sakit ini kurang memadai. Para dokter segera menghubungi
rumah sakit lain. Beberapa rumah sakit yang memiliki peralatan canggih untuk
cuci darah sudah penuh. Bahkan, ada pasien yang sudah booking untuk cuci darah
sampai 2 hari kedepan.
Akhirnya, pasien harus
menunggu di rumah sakit pertama dari pukul 05.00-09.30 WIB. Karena pada jam
terakhir itu alhamdulillah keluarga mendapat kabar dari dokter, di RS yang ada
di daerah Soreang sedang kosong, bisa untuk cuci darah. Dan ke sanalah ambulans
membawanya pergi bersama Bapak dan seorang kakak perempuannnya.
Kakak perempuan yang
akhirnya menyesal membawa adiknya ke sana. Disaat melihat adiknya kejang,
memanggil perawat, perawat itu malah menyepelekan keadaan adiknya, “Itu mah
sudah biasa.”
Hati yang begitu pedih
makin pedih dan sangat kesal terhadap perlakuan perawat. Bersyukurnya, ada dokter
yang begitu sibuk, ketika melihat kondisi pasien dan kakaknya, segera bergegas
datang dan hendak menolong pasien. Sayang, masa bernapas pasien telah habis.
Tetes air mata dari
pihak keluarga tentu tak dapat ditahan. Untuk pertama kalinya saya tahu bagaimana
sesuatu seakan terlepas dari tubuh dan akan ambruk tanpa daya (pingsan) meski
saya tidak mengikutinya ke rumah sakit kedua dan hanya mendapat kabar via
telepon.
Kepergiannya yang
mendadak di usia 18 tahun, baru lulus dari SMKN 6 Bandung, membuat siapapun tak
percaya kalau ia telah pergi menghadap SangPenciptanya kembali.
Ya Rabb, jadikan
Rohmatuloh, putra dari kedua orangtua kami, sekaligus adik bungsu kami sebagai
insan husnulkhatimah. Aamiin
(Jenazah Tuloh setelah sampai rumah duka keluarga di Kebumen)
(Menyaksikan secara langsung aktivitas penggali kuburan ketika saya mengantarkan makanan berat dan ringan untuk mereka. Suasana asri begitu memanjakan seluruh indra. Sayangnya tidak mampu atau mungkin belum bisa menawarkan kepedihan dalam hati atas kehilangan orang yang begitu dekat dalam keluarga)
(Pemberangkatan jenazah dari rumah menuju ke pekuburan keluarga untuk dimakamkan)
(Memakamkan jenazah ke dalam kubur.)
(Suasana haru meski diselingi canda dari pembicara. Serah terima jenazah dari Bandung kepada warga setempat [Dusun Bulus Pesantren, Sidomoro, Kebumen-Jawa Tengah])
(Warga Kebumen yang menyolatkan jenazah Rohmatuloh. Dari lubuk hati terdalam berterima kasih kepada semua pihak.)(Pemberangkatan jenazah dari rumah menuju ke pekuburan keluarga untuk dimakamkan)
(Memakamkan jenazah ke dalam kubur.)
(Isma yang begitu perih merasakan kehilangan, tak mau meninggalkan kuburan dan tetap ingin di sini meski semua rombongan pengantar jenazah sudah pulang. Bahkan, rombongan yang harus pulang ke Bandung sudah bersiap kembali di dalam mobil masing-masing)
Ya Rabb, jadikan
Rohmatuloh, putra dari kedua orangtua kami, sekaligus adik bungsu kami sebagai
insan husnulkhatimah. Aamiin
(Bandung-Kebumen, 07-09
Oktober 2014)
Sip. Sudah menjejakkan kaki di sana dan membaca semua peraturan. Terima kasih infonya
BalasHapus