Saat aku melangkahkan kaki ke luar rumahku, udara terasa
agak panas. Tumben, menjelang akhir Januari ini matahari pagi terik memancarkan
panasnya. Padahal masih sekitar pukul tujuh pagi. Biasanya, aku berangkat
berteman rinai hujan. Malah, nggak nanggung. Di pertengahan Januari 2013 ini
aku sering berangkat pagi beratapkan payung karena hujan deras. So, pagi ini
sangat berbeda.
Januari cerah, semoga bisa mencerahkan mereka yang kini
menjadi korban banjir. Katanya, banjir ini banjir terbesar sepanjang tahun
setelah banjir tahun 2002. Jakarta terendam. Bahkan, katanya Bundaran HI dan
juga Istana Presiden kena imbasnya. (Aduh, jadi nglantur).
Di tengah perjalanan pagi ini, di depan mataku kulihat
anak bersepeda pelan keluar dari gang sempit. Gang itu hanya cukup untuk lewat
sebuah sepeda motor. Dan di depan gang itu melintas sebuah mobil berwarna silver. Sudah bisa menduganya, bukan? Mobil
menabrak sepeda yang dikendarai anak kelas tiga. Sepeda itu terpental bersama
si anak.
Penghuni rumah kumuh di daerah tersebut berhamburan
mendekati tempat kejadian. Beberapa warga ada yang menyaksikan secara langsung
kejadian itu dari awal. Tentu, mereka bisa menilai siapa yang berhak disalahkan
jika masalah ini berkelanjutan.
Namun, bukan itu masalahnya buatku. Melihat kejadian itu
aku langsung mengamati tindak tanduk pengendaranya. Pengemudi keluar dari dalam
mobil. Masya Allah, saat ia keluar dari mobil, hal yang pertama menjadi
perhatiannya adalah mobil bagian depan. Hatiku mengguman, “Di mana empati tuh
pengendara? Mengapa mobilnya yang didahulukan untuk dilihat?”
Setelah ia berteriak kepada temannya di dalam mobil,
bahwa mobilnya baik-baik saja, baru ia mengamati pengendara sepeda beserta
sepedanya. Sekilas, kulihat mimik wajah pengendara terkaget-kaget. Ntah takut
terhadap penduduk yang mulai ramai, atau memang ia kaget beneran melihat sepeda
di hadapannya.
Ia menggumam sambil mengamati sepeda di tangannya,
“Sepedanya penyok. Bingkeng, lagi.”
Batinku pun ikut menggumam lagi, setelah kejadian ini
kemungkinan masyarakat akan membuat polisi tidur. Dan, sebagai pengendara motor
dengan intensitas tinggi, aku mengeluh dalam hati. Duh, kalau banyak polisi
tidur, aku jadi tidak betah dengan jalanan di sekitarku. Bagi pengendara sepeda
motor, mungkin akan mengerti alasannya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tinggalkan jejak.
Akan saya respon secepatnya.
Terima kasih sudah berkunjung.