Penulis : Lan
Fang
Desain & ilustrasi sampul: Eduard Iwan Mangopang
Penerbit : Gramedia
Pustaka Utama
Terbit : Maret
2010
Tebal :
360 hlm; 20 cm
ISBN : 978-979-22-5528-7
Sinopsis:
Politisi identik dengan orang-orang ambisius dalam meraih
kekuasaan. Tidak jarang dengan menghalalkan segala cara. Tetapi Yukio Hatoyama,
perdana menteri Jepang yang mulai menjabat 16 September 2009 mempublikasikan
filsafat yang sulit dipahami apalagi diterapkan, yaitu: politik itu cinta.
Mungkinkah?
Novel ini bercerita tentang Ari, politisi bermata matahari yang tidak pernah mampu menangkap asap. Juga tentang Rafi, politisi berkaki angin yang terjebak basah gerimis. Dan tentang Fung Lin yang menantikan laki-laki yang akan menciumnya di bawah hujan.
Dengan rasa setia kawan, tanggung jawab, pengorbanan, kerinduan dan pengharapan, Ciuman di Bawah Hujan menerabas dunia politik, dunia tanpa ampun itu.
Mungkinkah?
Novel ini bercerita tentang Ari, politisi bermata matahari yang tidak pernah mampu menangkap asap. Juga tentang Rafi, politisi berkaki angin yang terjebak basah gerimis. Dan tentang Fung Lin yang menantikan laki-laki yang akan menciumnya di bawah hujan.
Dengan rasa setia kawan, tanggung jawab, pengorbanan, kerinduan dan pengharapan, Ciuman di Bawah Hujan menerabas dunia politik, dunia tanpa ampun itu.
Review:
Saya sangat suka ketika membaca bagian
awal buku ini. Pada bagian Bebuka, ada
ungkapan-ungkapan dan beberapa referensi tentang sisi psikologis. Saya seakan
merasa penulis sedang kondisi “galau”. Dan berusaha mengenyahkan kegalauannya
dengan menulis.
Maka saya berusaha
menyelamatkan diri dari sakit yang bertumpuk dengan cara menulis. Saya menggali
semua inti diri dan mengumpulkan orang-orang luar biasa:...
... saya menulis terus tanpa memedulikan apakah saya menulis dengan sadar atau tidak sadar. Sampai ketika semuanya terangkum dalam Ciuman di Bawah Hujan, saya sendiri tidak bisa lagi membedakan yang mana kejadian dan tokoh-tokoh saya yang fakta atau yang fiktif. - hal 8
... saya menulis terus tanpa memedulikan apakah saya menulis dengan sadar atau tidak sadar. Sampai ketika semuanya terangkum dalam Ciuman di Bawah Hujan, saya sendiri tidak bisa lagi membedakan yang mana kejadian dan tokoh-tokoh saya yang fakta atau yang fiktif. - hal 8
Hampir tak percaya ketika membaca status
teman di FB kalau penulis ini sudah meninggal, 25 Desember 2011 di RS Mount Elizabeth
Singapore sehingga Novel Ciuman di Bawah Hujan menjadi karya terakhir
kepenulisannya. Dalam usia 41 tahun harus menghembuskan napas terakhir
di alam fana ini karena kanker hati.
Menjadi kebahagiaan
tersendiri bagi saya untuk menulis review buku dari penulis yang telah menulis
puluhan cerpen, buku anak, dan 9 novel yang diterbitkan penerbit-penerbit besar
Indonesia. Apalagi saya pernah membaca cerpen berjudul Festival Topeng, karya Lan Fang yang membuat terpesona. Balutan
kisah politik yang super apik dalam sebuah cerpen. Saya seakan menikmati
suguhan cerita kehidupan sehari-hari tentang seorang perempuan yang mempunyai
ambisi menjadi orang kaya, padahal nyatanya cerpen tersebut merupakan kisah
politik.
Ciuman Di Bawah Hujan ditulis Lan Fang dengan sepenuh jiwa. Sebuah
novel poilitik berbalutkan kisah roman tentang kisah cinta Fung Ling, gadis
Tionghoa yang berprofesi sebagai jurnalis yang menantikan laki-laki yang akan
menciumnya di bawah hujan.
Awalnya saya terkecoh
dengan kedekatan Fung Lin sebagai tokoh utama dengan Ari sebagai anggota dewan.
Saya kira sepanjang cerita akan bercerita kisah cinta mereka berdua. Ternyata,
ceritanya lompat-lompat. Fung Lin sering teringat kebersamaanya dengan Anto,
teman semasa kuliah dulu. Fung Lin sendiri tidak bisa menuntaskan kuliahnya
karena ada musibah yang melanda keluarganya.
Kedekatannya dengan
Ari membawa Fung Lin berkenalan dengan Rafi seorang anggota DPR. Kisah asmara
mereka berdua unik sekali. Pembaca diajak untuk benar-benar mengenal tokoh Fung
Lin sebagai pengkhayal.
Jujur, awalnya saya
bingung ketika tikus-tikus yang sudah mati hidup kembali. Sekaligus salut
dengan kehadiran Rafi yang seakan menyaksikan apa yang ada di hadapan Fung Lin.
Saya kemudian berpikir, mungkin ini ceritanya filosofis dari kehidupan dunia
politik. Saya masih menebak-nebak maksud dari bagian ini. Meski saya sendiri
menggambarkannya sebagai kehidupan politikus yang setelah usai masa jabatannya
bisa kembali menjabat andai terpilih. Dan perilaku mereka, mungkin digambarkan
dengan tikus. Bangkit lagi dengan kekuasaan baru yang dapat menghidupkan
sesuatu yang sudah “mati”, kemudian menggerakkannya kembali dengan kekuasaan
yang mereka miliki.
Di novel ini Ari dan
Rafi sama-sama menerabas dunia politik. Lan Fang cergas memasukkan realitas
politik mengenai perilaku maupun kinerja anggota dewan. Lan Fang membuat
tokoh-tokohnya benar-benar hidup karena ada beberapa bab yang terasa
lompat-lompat menceritakan masing-masing tokoh.
Novel ini istimewa karena
novel pertama yang saya baca tentang politik, cinta, dan kekuasaan yang
dimiliki seorang anggota dewan secara tidak langsung. Memerlukan perenungan tersendiri
untuk menikmati novel ini. Sebagai novel roman, penulis berhasil menghidupkan
keadaan sekitar dengan kata-kata puitis menjadi satu kesatuan yang utuh
membentuk kisah cinta dalam dunia politik.
Novel fiksi dewasa
yang ke sembilan ini, seakan menggambarkan akhir perjuangan tokoh yang
sungguh-sungguh ingin mencapai angka yang dipercayainya sebagai angka puncak
dengan harapan, semoga menulis akan menjadi cara berkarya untuk keabadian. Dan
harapannya terwujud. Tanggal 25 Desember 2011, beliau meninggal namun
harapannya terwujud. Buku yang saya review ini menjadi satu buktinya.
-Doa yang terbaik
untukmu di sana, duhai penulis yang berhasil mewujudkan impiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan tinggalkan jejak.
Akan saya respon secepatnya.
Terima kasih sudah berkunjung.