Begitu membuka bab 1,
saya langsung suka dengan novel Dia,
Tanpa Aku ini. Sambutan diksi awal
memukau.
Panas matahari siang
ini sebenarnya bisa membuat cucian basah di jemuran kering dalam sekejap. –
halaman 7 –
Kisah dalam novel ini diawali dengan keinginan Ronald, cowok
kelas 2 SMA, untuk melihat Citra, gadis yang sudah lama ditaksirnya namun masih
kelas 3 SMP. Sayangnya, Ronald belum mau PDKT, masih menunggu Citra masuk SMA.
Sepulang sekolah Ronald selalu mengajak Andika sebagai
sahabatnya ke sekolah Citra untuk mengamati Citra dari kejauhan. Informasi-informasi
seputar Citra dan foto tersimpan di buku catatannya. Setiap hari Ronald selalu
membaca catatannya hingga Andika bosan.
Menurut saya, informasi dari penulis terasa berlebihan pada
halaman 9. Kalau Ronald masih kelas 2 SMA, bagaimana dia bisa sangat detail
menggambarkan sosok Citra ketika di sekolah. Kecuali memang Ronald sengaja
membolos. Dan pengamatan ini tidak bisa hanya dalam waktu satu kali.
Gue pernah merhatiin, main basketnya parah banget. Main
volinya kacau, dan main bulutangkisnya asal. Satu-satunya olahraga yang dia
jago cuma lari. – halaman 9-
Suatu hari, keisengan Citra mempertemukannya dengan Ronald. Tapi
hanya sebatas pertemuan. Citra tidak sempat tahu nama Ronald karena sudah
ketangkap temannya. Tapi Ronald yang sejak melihat Citra keluar gerbang sekolah
dengan rambut diikat ekor kuda dengan ikatan yang acak-acakan sudah
menyukainya, sangat senang diberi waktu menolong keisengan Citra.
Ronald menyiapkan diri mengungkapkan isi hatinya untuk
menyambut Citra di SMA. Dia menabung untuk membeli kaos dan sepatu.
Sampai-sampai saking ngebetnya beli kaos itu dia minta petugas menyimpannya
khusus sampai Ronald kembali lagi untuk membelinya. Bahkan dia rela berjualan lontong
dan bakwan udang ke teman-temannya di sekolah tanpa rasa malu. Semua hanya
untuk Citra. Dia tidak mau penampilannya nanti menghancurkan harapannya yang
telah dipupuk selama berbulan-bulan.
Waktu yang ditunggu berbulan-bulan tiba. Citra masuk SMA.
Ronald kecewa karena Citra sekelas dengan Reinald, adiknya. Ronald selalu
menjaga adiknya agar tidak menyukai gebetannya. Hingga Ronald berpesan kepada
Reinald untuk selalu membebaskan Citra dari segala hukuman dan keisengan
teman-temannya. Reinald yang merasa diperlakukan sebagai bodyguard Citra oleh Ronald, sedikit protes dengan perlakuan
abangnya.
Suatu hari Ronald memutuskan menemui Citra karena takut
keburu direbut orang. Berpenampilan PERFECT,
dia yang ditemani Andika ke rumah Citra membawa sebuket bunga mekar.
Sayangnya, Ronald tewas ketika mobil sedan berkecepatan maksimum datang dari
arah tak terduga. Sebelum tubuh Ronald menghantam kerasnya aspal jalan, Andika
memeluk tubuh sahabatnya dan memeluk sekuatnya. Namun, pelukannya takkan pernah
menghalangi kematian sahabatnya.
Sejak kematian Ronald, Andika sangat terpukul. Seperti orang
yang baru saja kehilangan separuh dari tubuhnya. Begitupun dengan Reinald,
sempat menganggap kalau Citralah pembunuh abangnya.
Kemarahan dan keinginan menyalahkan Citra membuat sikap
Reinald terhadap Citra menjadi penuh permusuhan. Reinald dan Citra kerap
bertengkar tanpa Citra tahu alasan sebenarnya. Namun Andika selalu menyadarkan
Reinald dari anggapan-anggapannya itu.
Cerita terus berlanjut pada pola kisah remaja semasa SMA di
sekolah. Hingga pada akhirnya Reinald berada di posisi Ronald dulu, menyukai
Citra. Niat Reinald yang menjaga Citra demi almarhum kakaknya berubah. Reinald
benar-benar menyukai Citra.
Pada bagian ending, ada
hal yang membuat sangat tidak masuk akal. Ronald yang beda usia 2 tahun dari
adiknya berinteraksi langsung melalui sambungan radio.
Cowok yang mengaku bernama Tom itu menuturkan satu cerita
yang baik Reinald maupun Andika terlibat di dalamnya. Rasanya benar-benar tak
bisa dipercaya, mereka bisa mendengar lagi suara Ronald. Sungguh-sungguh suara
Ronald. –halaman 266—
Uniknya, kisah berlanjut dengan obrolan Ronald dan Citra
melalui sambungan HP. Citra yang dalam bab ini seakan “kaku” sama sekali tak
menyadari kalau obrolan Ronald mengarah kepada dirinya. Andai dibuat lebih unik
dengan kesan Citra memerhatikan kondisi Reinald dan Andika saat itu yang
benar-benar berubah, tentu akan lain lagi ceritanya (sisi empatinya lebih
terasa).
Alur dan plot dari awal ke tengah cerita begitu menarik bagi
saya. Namun, ending cerita ini
terkesan biasa saja. Kisah ditutup saat Reinald dan Citra mengunjungi makam
Ronald.
Namun, bagaimanapun novel ini merupakan bacaan menarik. Gaya
bahasa dan konflik seputar sekolah ala remaja yang penuh kejutan, terutama
cinta yang tak akan pernah habis diceritakan benar-benar bisa membuat pembaca
remaja larut menuntaskan bacaan hingga selesai.
Judul :
Dia, Tanpa Aku
Penulis :
Esti Kinasih
Penerbit :
Gramedia Pustaka Utama
Terbit :
Cetakan kesembilan: Agustus - 2011
Tebal :
280 halaman : 20 cm
ISBN :
978-979-22-3441-1
seru
BalasHapus