Selasa, 11 Desember 2012

Sabtu, 08 Desember 2012

Bentang Pustaka: Lomba Nulis Novel Populer Bentang Pustaka "Wanita ...

Bentang Pustaka: Lomba Nulis Novel Populer Bentang Pustaka "Wanita ...: Lomba Nulis Novel Populer Bentang Pustaka "Wanita dalam Cerita" (Klik foto untuk tamplian lebih besar) Lomba Menulis Novel Populer Be...

Pemulung Dini Hari (Bos BB 1)


Terbangun pukul dua dini hari merupakan masalah besar baginya. Maklum, ini, kan, hari Minggu. Jadwalnya untuk santai dan melepaskan diri dari kepenatan pekerjaan harian. Setidaknya, hari ini ia benar-benar ingin lepas dari yang namanya beban pikiran apalagi masalah pekerjaan.
Panggillah ia, Bos BB. Seorang lelaki yang sesibuk apapun pasti menyempatkan diri BBM-an. Siapa saja sudah bisa menduga, di ponselnya banyak grup pertemanan dunia maya. Orang sekitarnya, maupun teman-temannya memanggil ia dengan sebutan yang pantas. Sesuai kebiasaannya ber-BlackBerry ria.
Langkah perlahan, ia bangkit dari tempat tidurnya. Ntah mengapa setelah terjaga pukul dua tadi, ia sekarang sulit memejamkan mata kembali. Hmmm... apa yang akan dilakukannya?
Seumpama kebiasaan hariannya, ia meraih BlackBerry berwarna hitam kesayangannya. Ia mulai tenggelam sendiri, sibuk membuka account pribadinya di beberapa dunia maya. Namun, sepi dari obrolan. Ah, ia juga pasti tahu. Sekarang jamnya orang Indonesia nikmat memejamkan mata. Terlelap tidur bersama keindahan alam mimpi. Berbeda dengan Bos BB, menjelang waktu shalat subuh ini sulit sekali baginya untuk tidur kembali.
Terdengar adzan awal. Bos BB tahu benar adzan awal itu panggilan khusus untuk mengingatkan salat Tahajud. Ia mengacuhkannya meskipun tahu dan mendengar jelas suara adzan awal. Tak hendaklah ia melakukan shalat tersebut. Selama ini ia belum pernah melakukannya. Toh, tanpa shalat itu pun ia sudah hidup berlimpah kekayaan. Allah memang penyayang, bukan?
Melintas keinginan menikmati suasana di luar rumah. Meski ia tahu, pasti ia akan menikmati kesenyapan bersama dinginnya udara. Dipaksa kedua kakinya melangkah keluar rumah.
Benarlah dugaannya. Udara dingin langsung menyambutnya. Bulu-bulu halus di kulitnya seakan menghalau udara dingin. Berusaha menghangatkan pemilik kulit yang memakai kaos lengan pendek.
Beberapa kali Bos BB mengucek kedua matanya. Bukan untuk mengusir kantuk. Tapi, ia sedang melihat sesosok bayangan di dekat pagar rumahnya. Diliriknya jam di ponsel BBnya, masih pukul tiga subuh. Ah, jangan-jangan rumahnya mau disatroni maling, pikir Bos BB.
Bos BB bertindak hati-hati. Ia pun berjalan mengendap-endap. Sebenarnya ia heran, mengapa ia jadi begini? Ada apa dengan dirinya? Tak biasanya ia bersikap halus seperti ini. Di kantor saja ia bisa berteriak kalau sedang memerintah bawahannya. Sekarang, bisa saja, kan, ia langsung berteriak maling sekeras-kerasnya. Sudah dipastikan warga kompleks perumahan tempat tinggalnya akan terbangun. Dan para satpam yang berjaga di kompleks ini pasti langsung berdatangan.
Dari celah-celah pagar rumahnya, Bos BB memerhatikan gerak-gerik bayangan yang kian jelas. Tampaklah sesosok tubuh lelaki. Tangan kirinya memegang erat karung besar. Sedangkan tangan kanannya sibuk mengaduk-aduk tong sampah. Bau sampah menyeruak. Menyusupi hidung Bos BB. Perlahan, bau sampah sampai pada saraf kepalanya. Dan, akhirnya Bos BB merasa pusing. Ia bergerak agak menjauh.
Berusaha bergerak tanpa suara, ia mengambil kunci pagar. Ini kali pertama Bos BB melihat pemulung berkeliaran di tempat tinggalnya. Sekali ini saja ia ingin mengikuti perjalanan Pemulung Dini Hari, panggilan Bos BB bagi pemulung yang baru dilihatnya. Biasanya, kan, pemulung bergerak memunguti barang-barang yang dianggap sampah pada siang hari.
Satu jam mengikuti dari kejauhan, berbagai macam pikiran aneh mengedari kepala Bos BB. Hal paling penasaran bagi Bos BB, di mana rumah Pemulung Dini Hari dan seperti apa rumahnya?
Bos BB terus mengikuti Pemulung Dini Hari ketika keluar dari kompleks perumahan. Tahulah Bos BB, ada celah kecil di benteng kompleksnya. Tampaknya, lewat celah itulah Pemulung Dini Hari lewat. 
Kedua mata Bos BB terbelalak. Ia tak menyangka, Pemulung Dini Hari tinggal di belakang kompleks perumahan tempat tinggal Bos BB.
Timpang! Itulah kesan yang dirasakan Bos BB.
Hampir semua bangunan di daerah tempat tinggal Pemulung Dini Hari terbuat dari selembar tripleks tipis. Bangunan berjajar  yang disulap berbentuk rumah dengan bahan seadanya. Terbayang di kepala Bos BB, betapa rapuhnya tempat tinggal Pemulung Dini Hari. Berbeda jauh dengan tempat tinggal Bos BB yang terbuat dari bahan serba kuat dan tertutup.
Di bawah pohon rindang, Bos BB terduduk. Menghela napas panjang. Menyimpan udara segar ke dalam tubuh sebanyak dan sekuatnya. Mulai jernihlah pikirannya yang sejak terbangun sudah keruh oleh enggan memiliki masalah.
Selama ini ia tahu banyak karyawan shift yang bekerja malam hari. Namun, kini ia baru tahu kalau ada pemulung yang bekerja dini hari. Memulung saat orang sedang terlelap.
Cukup lama Bos BB merenung. Hingga ia tersadar kembali ketika melihat Pemulung Dini Hari berjalan bersama beberapa orang tetangganya. Mereka berpakaian rapi. Berpeci. Bersarung. Berjalan bersama sambil bercengkrama. Betapa akrabnya. Tak tampak bekas-bekas bekerja memulung pada diri Pemulung Dini Hari. Makin membuat Bos BB terpana. Cepat sekali Pemulung Dini Hari merubah penampilannya.
 Adzan subuh berkumandang. Bergema mengusik hati Bos BB. Baru sekali saja terbangun pukul dua dini hari ia sudah merasa linglung. Bagaimana jika setiap hari ia begini?
Ke mana saja ia selama ini? Mengapa ia tak pernah tahu ada kompleks tempat tinggal pemulung di belakang kompleks perumahan tempat tinggalnya? Seharunya ia tahu ada sesuatu yang menarik di sekitarnya, selain BB dan teman-teman dunia mayanya.
Beraneka tanya terus hadir di benaknya. Benteng perumahan tempat tinggalnya bukanlah tembok penghalang antara si miskin dan si kaya. Lantas, mengapa ia baru tahu tentang Pemulung Dini Hari beserta tempat tinggalnya?
Dunia jauh terjangkau Bos BB, dunia terdekat malah baru ia tahu keadaannya. Selama ini ia bisa menjangkau dunia luar bahkan dunia luar negeri, tentu dengan BB-nya, alias berkomunikasi di dunia maya. Namun belum pernah ia akrab dengan lingkungan belakang benteng perumahnnya.
Eh, apa mungkin karena aku terlalu asyik dengan BB hingga aku tak melihat lingkungan sekitarku? Padahal jaraknya hanya terhalang tembok batu, batin Bos BB. Hari Minggu ini menjadi hari paling bersejarah baginya. Awal berkembangnya tekad bersama rencana-rencana baru.
Follow twitter: @HaraJV

Pemulung Dini Hari (Bos BB 1)


Terbangun pukul dua dini hari merupakan masalah besar baginya. Maklum, ini, kan, hari Minggu. Jadwalnya untuk santai dan melepaskan diri dari kepenatan pekerjaan harian. Setidaknya, hari ini ia benar-benar ingin lepas dari yang namanya beban pikiran apalagi masalah pekerjaan.
Panggillah ia, Bos BB. Seorang lelaki yang sesibuk apapun pasti menyempatkan diri BBM-an. Siapa saja sudah bisa menduga, di ponselnya banyak grup pertemanan dunia maya. Orang sekitarnya, maupun teman-temannya memanggil ia dengan sebutan yang pantas. Sesuai kebiasaannya ber-BlackBerry ria.
Langkah perlahan, ia bangkit dari tempat tidurnya. Ntah mengapa setelah terjaga pukul dua tadi, ia sekarang sulit memejamkan mata kembali. Hmmm... apa yang akan dilakukannya?
Seumpama kebiasaan hariannya, ia meraih BlackBerry berwarna hitam kesayangannya. Ia mulai tenggelam sendiri, sibuk membuka account pribadinya di beberapa dunia maya. Namun, sepi dari obrolan. Ah, ia juga pasti tahu. Sekarang jamnya orang Indonesia nikmat memejamkan mata. Terlelap tidur bersama keindahan alam mimpi. Berbeda dengan Bos BB, menjelang waktu shalat subuh ini sulit sekali baginya untuk tidur kembali.
Terdengar adzan awal. Bos BB tahu benar adzan awal itu panggilan khusus untuk mengingatkan salat Tahajud. Ia mengacuhkannya meskipun tahu dan mendengar jelas suara adzan awal. Tak hendaklah ia melakukan shalat tersebut. Selama ini ia belum pernah melakukannya. Toh, tanpa shalat itu pun ia sudah hidup berlimpah kekayaan. Allah memang penyayang, bukan?
Melintas keinginan menikmati suasana di luar rumah. Meski ia tahu, pasti ia akan menikmati kesenyapan bersama dinginnya udara. Dipaksa kedua kakinya melangkah keluar rumah.
Benarlah dugaannya. Udara dingin langsung menyambutnya. Bulu-bulu halus di kulitnya seakan menghalau udara dingin. Berusaha menghangatkan pemilik kulit yang memakai kaos lengan pendek.
Beberapa kali Bos BB mengucek kedua matanya. Bukan untuk mengusir kantuk. Tapi, ia sedang melihat sesosok bayangan di dekat pagar rumahnya. Diliriknya jam di ponsel BBnya, masih pukul tiga subuh. Ah, jangan-jangan rumahnya mau disatroni maling, pikir Bos BB.
Bos BB bertindak hati-hati. Ia pun berjalan mengendap-endap. Sebenarnya ia heran, mengapa ia jadi begini? Ada apa dengan dirinya? Tak biasanya ia bersikap halus seperti ini. Di kantor saja ia bisa berteriak kalau sedang memerintah bawahannya. Sekarang, bisa saja, kan, ia langsung berteriak maling sekeras-kerasnya. Sudah dipastikan warga kompleks perumahan tempat tinggalnya akan terbangun. Dan para satpam yang berjaga di kompleks ini pasti langsung berdatangan.
Dari celah-celah pagar rumahnya, Bos BB memerhatikan gerak-gerik bayangan yang kian jelas. Tampaklah sesosok tubuh lelaki. Tangan kirinya memegang erat karung besar. Sedangkan tangan kanannya sibuk mengaduk-aduk tong sampah. Bau sampah menyeruak. Menyusupi hidung Bos BB. Perlahan, bau sampah sampai pada saraf kepalanya. Dan, akhirnya Bos BB merasa pusing. Ia bergerak agak menjauh.
Berusaha bergerak tanpa suara, ia mengambil kunci pagar. Ini kali pertama Bos BB melihat pemulung berkeliaran di tempat tinggalnya. Sekali ini saja ia ingin mengikuti perjalanan Pemulung Dini Hari, panggilan Bos BB bagi pemulung yang baru dilihatnya. Biasanya, kan, pemulung bergerak memunguti barang-barang yang dianggap sampah pada siang hari.
Satu jam mengikuti dari kejauhan, berbagai macam pikiran aneh mengedari kepala Bos BB. Hal paling penasaran bagi Bos BB, di mana rumah Pemulung Dini Hari dan seperti apa rumahnya?
Bos BB terus mengikuti Pemulung Dini Hari ketika keluar dari kompleks perumahan. Tahulah Bos BB, ada celah kecil di benteng kompleksnya. Tampaknya, lewat celah itulah Pemulung Dini Hari lewat. 
Kedua mata Bos BB terbelalak. Ia tak menyangka, Pemulung Dini Hari tinggal di belakang kompleks perumahan tempat tinggal Bos BB.
Timpang! Itulah kesan yang dirasakan Bos BB.
Hampir semua bangunan di daerah tempat tinggal Pemulung Dini Hari terbuat dari selembar tripleks tipis. Bangunan berjajar  yang disulap berbentuk rumah dengan bahan seadanya. Terbayang di kepala Bos BB, betapa rapuhnya tempat tinggal Pemulung Dini Hari. Berbeda jauh dengan tempat tinggal Bos BB yang terbuat dari bahan serba kuat dan tertutup.
Di bawah pohon rindang, Bos BB terduduk. Menghela napas panjang. Menyimpan udara segar ke dalam tubuh sebanyak dan sekuatnya. Mulai jernihlah pikirannya yang sejak terbangun sudah keruh oleh enggan memiliki masalah.
Selama ini ia tahu banyak karyawan shift yang bekerja malam hari. Namun, kini ia baru tahu kalau ada pemulung yang bekerja dini hari. Memulung saat orang sedang terlelap.
Cukup lama Bos BB merenung. Hingga ia tersadar kembali ketika melihat Pemulung Dini Hari berjalan bersama beberapa orang tetangganya. Mereka berpakaian rapi. Berpeci. Bersarung. Berjalan bersama sambil bercengkrama. Betapa akrabnya. Tak tampak bekas-bekas bekerja memulung pada diri Pemulung Dini Hari. Makin membuat Bos BB terpana. Cepat sekali Pemulung Dini Hari merubah penampilannya.
 Adzan subuh berkumandang. Bergema mengusik hati Bos BB. Baru sekali saja terbangun pukul dua dini hari ia sudah merasa linglung. Bagaimana jika setiap hari ia begini?
Ke mana saja ia selama ini? Mengapa ia tak pernah tahu ada kompleks tempat tinggal pemulung di belakang kompleks perumahan tempat tinggalnya? Seharunya ia tahu ada sesuatu yang menarik di sekitarnya, selain BB dan teman-teman dunia mayanya.
Beraneka tanya terus hadir di benaknya. Benteng perumahan tempat tinggalnya bukanlah tembok penghalang antara si miskin dan si kaya. Lantas, mengapa ia baru tahu tentang Pemulung Dini Hari beserta tempat tinggalnya?
Dunia jauh terjangkau Bos BB, dunia terdekat malah baru ia tahu keadaannya. Selama ini ia bisa menjangkau dunia luar bahkan dunia luar negeri, tentu dengan BB-nya, alias berkomunikasi di dunia maya. Namun belum pernah ia akrab dengan lingkungan belakang benteng perumahnnya.
Eh, apa mungkin karena aku terlalu asyik dengan BB hingga aku tak melihat lingkungan sekitarku? Padahal jaraknya hanya terhalang tembok batu, batin Bos BB. Hari Minggu ini menjadi hari paling bersejarah baginya. Awal berkembangnya tekad bersama rencana-rencana baru.
Follow twitter: @HaraJV

Bersatu Memandirikan Anak Luar Biasa

  Sebelum adanya pandemi COVID-19, setiap hari Selasa, mulai pukul 11.00 WIB hingga selesai, peserta didik SLB B Sukapura kelas tinggi, sebu...