Selasa, 22 Juli 2014

Selalu Ada Hal Tak Terduga [Resensi: Cinta Naik Tangga]


Judul                                       : Cinta Naik Tangga
Penulis                                     : Indra Defandra
Penyunting                              : Iman dan Hani Fatimah
Desainer isi dan penata letak  : Shelly Agustine
Desainer sampul                      : Risyanto
Penerbit                                   : CV. Tebe Agustine
Terbit                                       : Cetakan 1, Desember 2013
ISBN                                       : 978-602-14652-0-2
Tebal buku                              : 350 halaman
Harga buku                             : Rp 70.000,00

Berawal dari iming-iming buku ini bisa membuat tertawa, akhirnya saya berusaha menyelesaikan bacaan ini hingga benar-benar tuntas 100%. Meski awalnya ngeluh-ngeluh karena ceritanya belum berhasil membuat saya tertawa, namun saya penasaran juga, apa sih sebenarnya yang ingin disampaikan penulis?
            Walhasil, mulai halaman 20 saya mulai bisa nyengir-nyengir ketika membaca novel ini.
            Cerita dalam buku ini diawali dengan prolog. Tiga bagian prolog yang ketika membacanya mudah dimengerti dari segi kata-kata namun membingungkan dari segi cerita. Dan ternyata, ketiga prolog itu saling berkaitan dengan kisah sepanjang cerita dalam novel ini.
            Awalnya, saya kira inti cerita novel ini begitu sederhana tentang kehidupan Wasis Bagus Rupawan yang benar-benar ancur. Nyatanya, akhir cerita membuat saya tercengang. Ya, ampun ini penulis kepikiran ya bikin cerita beginian. Rasanya saya jadi ingin mencak-mencak gara-gara sudah serius menikmati bacaan, eh ending-nya bikin gemas.
            Bagus bersekolah di SMP swasta yang terletak di pinggiran Jakarta. Murid-muridnya berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Kecerdasan muridnya biasa-biasa saja, tidak banyak yang bisa dibanggakan.
            Selama bertahun-tahun Bagus bersekolah di SD. Ditambah pula 6 tahun di SMP. Setelah lulus SMP Bagus mencari sekolah yang bisa menerimanya. Sayangnya justru berbagai penolakan yang diterima. Bagus bisa masuk SMA favorit di Jakarta, sekolah para siswa yang jenius dan berprestasi. Alasan Bagus bisa masuk sekolah tersebut antara masuk akal dan juga keluar dari akal. Bagus yang sedang berjalan mencari sekolah sebagai tempatnya belajar, ceritanya kejatuhan Pak Udin, seorang Kepala Sekolah yang di tempatnya Bagus diberikan kesempatan bersekolah. Secara tidak langsung Bagus  sudah dianggap menyelamatkan nyawa Pak Udin. Kepala Sekolah tersebut memberi kesempatan Bagus bersekolah di tempat yang dipimpinnya.
            Di sekolah barunya, Bagus duduk dengan Andras yang cukup perhatian. Andras ini benar-benar kebalikan dengan hampir semua teman Bagus di kelas. Di kelas ini benar-benar gokil menurut saya. Rasanya sekolah dalam cerita terletak di daerah Jawa Tengah bukan Jakarta. Logat guru ketika mengajar pakai dialeg Jawa, bahkan nama pemerannya juga bersuku Jawa. Saya sampai berpikir, “Nih penulis nyasar membuat setting tempat, kayaknya.
            Alur dalam novel ini benar-benar membuat bingung. Kurang fokus. Sebenarnya, siapa yang ingin diceritakan dalam novel ini? Pada bagian 5, lebih banyak menceritakan tentang Gita, teman sekelas yang sudah lama disukai Bagus. Dan hanya pada Andralah Bagus menceritakan isi hatinya, perasaan sukanya kepada Gita.
            Alur cerita dalam novel ini pun bulak-balik. Mungkin, serupa kalau kita melewati jalanan perumahan sempit di perumahan padat penduduk. Pada bagian 9, cerita berbalik ke masa Bagus naksir beberapa teman perempuannya, kemudian menyatakan isi hatinya, dan berakhir dengan penolakan yang tragis. Miris ketika membacanya. Seumur-umur belum pernah diterima cewek.
            Pada bagian 10, menceritakan kebersamaan Bagus, Gita, Andras, dan Luna di ruang perpustakaan. Andras dan Luna tampak mulai ada rasa. Di tempat ini keempat sahabat itu asyik berdiskusi tentang sejarah. Sampai-sampai mereka melewati batas waktu istirahat. Terburu-buru ke kelas dan dikejar-kejar petugas perpustakaan untuk membereskan kembali buku bacaan mereka.
            Nah, cerita mulai membingungkan lagi. Di bagian 11, menceritakan bapaknya Bagus yang menjual kethoprak. Lengkap dengan asal muasal perpindahan prosfesi dari jualan bakso ke jualan ketoprak. Serta awal mula pertemuan kedua orangtua Bagus. Ternyata, ibunya Bagus dulunya seorang bintang, pemeran utama pementasan Grup Kethoprak Tobong yang sangat terkenal “Mugi Rahayu”.
            Begitu pula di bagian 12 dan 13, malah menceritakan Raymond dan segala kelebihannya. Raymond yakin akan dapat memiliki Gita. Mereka memang akrab, Gita menerima tawaran Raymond menjadi vokalis band grupnya.
            Bagian 14, kembali lagi menceritakan kegiatan keseharian Bagus. Bagus ke sekolah bersepeda. Sepanjang jalan, Bagus berimajinasi memandangi model cantik dalam iklan shampo yang dilihatnya di kiri jalan. Membuatnya mengalami kecelakaan. Bahkan Bagus yang harus menuruti perintah Raymond menjadi hiburan spektakuler, yang justru bagi saya sangat menjijikkan. Bayangin saja Bagus harus mencium aroma kotoran anjing berjarak ¼ cm dari hidungnya. Untunglah Bagus diselamatkan Pak Udin.
            Andras yang melihat kondisi Bagus makin “hancur” langsung menginterogasi siapa pelakunya. Sayangnya Bagus tutup mulut.
            Serentetan kejadian yang tak diduganya hari ini membuat dia merasa lelah dan sakit. Seperti manusia pada umumnya, Bagus kurang bersemangat ketika mendapat masalah.
Dengan kekurangaanya, Bagus selalu menjadi bahan hinaan dan cemoohan. Dia kini berpikir. Adakah cara untuk membuat orang jadi ganteng sekaligus jadi pintar? – halaman 185—
            Ujungnya, Bagus meminta bantuan Adras menemui peramal. Pada bagian ini lumayan bisa senyum-senyum. Peramal meminta Bagus pergi ke Gunung Slamet menemui Ki Hajar Dewantarno. Ketika mereka menuju ke Gunung Slamet, penulis menyisipkan sejarah Baturaden.
Benar-benar nih penulis membuat cerita yang unik. Andras dan bagus menyewa seorang pemandu bernama Pak Wawan untuk mengantar mereka ke kawah Gunung Slamet. Dan orang sakti yang mereka tuju itu tidak ada. Begitu KTP Pak Wawan jatuh, tahulah mereka bahwa orang yang harus mereka temui itu pemandu mereka. Lebih gokil lagi ketika Bagus dan Andras membaca isi surat dari peramal. Ngapain mereka jauh-jauh dari Jakarta ke Gunung Slamet kalau suratnya dipaketkan ke Pak Wawan?
Dalam surat itu ada mantra dari Mbah Samidjan. Bagus menuruti perintah sesuai tulisan dalam surat. Ketika melempat batu ke kawah Gunung Slamet, Bagus menyebutkan permintaan yang diucapkan dalam hati.
Bagus tak sabar menunggu besok. Hari dimana nasibnya akan berubah 180 derajat. – halaman 231—
Ketika mendengar adzan subuh, Bagus terbangun dari tempat tidurnya. Setelah menunaikan sholat, mandi, sarapan, mengayuh sepeda ke sekolah, di tengah perjalan Bagus teringat permintaannya setelah satu kali 24 jam akan terwujud. Bagus yang sudah mengayuh sepeda beberapa meter dari rumah balik lagi hanya untuk bercermin.
Bagus kecewa. Ternyata batu ajaib itu tidak mempunyai kekuatan apa-apa. Buktinya permintaan pertama untuk merubah wajahnya jadi pria tertampan di dunia tidak bisa diwujudkan. Wajahnya, masih kayak kemarin, jelek tapi rusak. – halaman 233—
Sepanjang jalan sampai sekolah Bagus kebingungan banyak disapa perempuan dari beraneka golongan. Bahkan sepanjang jalan Bagus berteriak tak percaya melihat orang di sekelilingnya. Ternyata bukan Bagus yang dibuat tampan. Tapi orang-orang yang dibuat jelek. Bahkan di sekolah dia jadi paling pintar. Selanjutnya, karena kegantengannya, Bagus jadi bintang iklan. Menjadi ketua berbagai organisasi di sekolah. Seabreg prestasi dan penghargaan menyesaki kamar Bagus. Saking populernya, sering kali rumahnya dipadati wartawan.
Bagus merajai hampir semua bidang. Dia yang tadinya dihina dan dilecehkan teman-temannya kini berbalik 180 derajat menjadi pria nomor satu dalam segala hal. Paling pintar, paling ganteng, paling kuat, dan pokoknya paling-paling dalam segala hal.  – Halaman 257—
Bagus yang sudah berubah melakukan balas dendam terhadap Raymond. Dia mengerjai Raymond habis-habisan.
Bagus yang dulu sering ditolak kini dikejar-kejar cewek cantik. Bagus pun mengumbar napsu liarnya menjadi playboy.
Saat Gita bingung menunggu jemputan, yang sebenarnya mobilnya di rusak orang suruhan Bagus, dia menawarkan jasa mengantarnya. Akal-akalannya berhasil. Dia mengajak Gita makan dan mengungkapkan isi hatinya. Gita menerimanya. Sayangnya cuma mimpi. Andras membangunkan Bagus yang tertidur di kelas dari Sabtu dan baru bangun Senin pagi.
Di dalam kelas Bagus tak dapat mengerjakan soal ujian. Kondisi Bagus makin parah. Jam pulang sekolah, Andras membawa Bagus ke rumahnya. Meminta tolong bapaknya yang seorang dokter mengobati Bagus.
Di bagian 20, cerita mulai tidak fokus lagi. Pada bagian ini menceritakan tentang Gita dan ayahnya. Kisah masa lalu yang membawa pertemuan sebenarnya dengan bapaknya Bagus, orang yang dianggap berjasa oleh bapaknya Gita.
Tak terasa hampir satu tahun Bagus bersekolah di SMU Puber Pertama, hingga tiba malam perpisahan bagi anak kelas 3. Dalam cara Prom Nite, Bagus menjadi seorang terusir hingga mojok, meringkuk di sudut belakang kayak orang hilang. Hingga kejadian mengejutkan membuat semua tercengang. Raymond mengusulkan kepada panitia agar menetapkan Gita sebagai Queen of Prom Nite dengan harapan Raymond akan mendampinginya.
Gita yang terpilh menjadi  Queen of Prom Nite diberikan kebebasan oleh panitia untuk menentukan pasangannya. Semua takjub begitu Gita menentukan nama Bagus.
Sementara itu Bagus tidak tahu apa yang terjadi. Bagus masih tidur di dekat tempat sampah pojok belakang gedung itu. – halaman 296—
            Pada bagian 22, saya sama sekali tidak mengerti. Cerita di salah satu pulau kecil di kepulauan di Asia Pasifik.
Namun di bagian 23, kemampuan saya balik lagi. Bagus dengan rutinitas mengisi waktu istirahatnya duduk di bangku taman di bawah pohon, didekati oleh Gita. Tiba-tiba sesuatu menimpa diri Bagus dan dilarikan ke rumah sakit.
Akhir yang mengejutkan sekaligus membuat saya kecewa karena semua cerita kemiskinan bagus rekayaasa untuk melatih Alfa menjadi agen rahasia hebat kelak. Bagus adalah Alfa Arizona, saudara Andras yang selalu dinanti Andras karena orangtuanya mengatakan Alfa bersekolah di luar negeri.
Alasan yang masuk akal sekaligus bias untuk merubah Alfa menjadi Bagus. Mereka khawatir dengan sifat Alfa yang sombong, arogan, tak punya hati, meremehkan orang lain, dan suka membangga-banggakan kehebatannya.
Pada bagian epilog 1, Alfa mengajak Gita bermotor ke Pantai Anyer. Ceritanya, mereka mengalami kecelakaan hingga Gita lumpuh dan Alfa terbaring di ranjang rumah sakit. Hal ini mengecewakan saya sebagai pembaca karena di bagian epilog 2, itu cuma mimpi Gita yang tertidur di atas boncengan motor. Hehehe....

            Kekurangan dan Kelebihan Buku
            Baca buku ini membuat saya harus bersabar karena terkesan kurang fokus, ceritanya melebar ke mana-mana. Sampai ada teman yang mengomentari kalau buku ini kurang memerhatikan faktor intrinsik dan ekstrinsik penulisan novel. Secara teknis kepenulisan masih harus diperbaiki, EYD masih perlu pembenahan, typo, kurang total karena terlalu melebar ke sana-sini, semua tokoh seakan punya peran penting hingga tokoh utama kadang tenggelam, sudut pandang penceritaan terkadang membingungkan, kadang gue sebagai tokoh, kadang jadi narator. Bagi saya kadang kalau cerita hanya mimpi malah jadi mengecewakan, kesannya penulis kurang lepas ketika menceritakan karangannya. Malah lebih baik hal tersebut terjadi sekalian hingga menimbulkan banyak kejutan.
Dibalik kekurangannya buku ini memang benar-benar unik dengan gaya dan alurnya tersendiri. Membuat ngakak di beberapa bagian tapi ada juga candaannya yang terasa garing. Kelincahan penulis mendeskripsikan latar cukup unik meski sebenarnya kurang kuat karena masih bisa dipindah ke tempat lain. Penulis kreatif membuat nama sekolah dan membangun suasana kelas meski malah terkesan sekolahnya berada di Jawa padahal setting cerita di Jakarta. Pesan moral pun begitu unik dengan perbandingan makhluk teraniaya, dan enggak terasa tahu-tahu kita ngambil pelajaran berharga, selalu ada kesempatan jika kita berusaha.
-          Semoga bermanfaat –

(Resensi Ini Ditulis untuk Mengikuti Lomba Indiva Readers Chalenge 2014)

Kamis, 17 Juli 2014

Mahkota Cahaya untuk Ayah Bunda



Judul                           : Mahkota Cahaya untuk Ayah Bunda
Penulis                         : Fifa Dila
Penyunting                  : Tofik Pram
Penyelaras aksara        : M. Eka Mustamar
Penata aksara              : Nurul M. Janna
Desain sampul             : Wida Sartika
Penerbit                       : Noura Books (PT. Mizan Publika)
Terbit                           : Cetakan 1, 2014
ISBN                           : 978-602-1306-26-0
Tebal buku                  : 256 halaman
Harga buku                 : Rp 44.000,00
            Membuka halaman pertama novel ini, anda akan terbius oleh endorsment dari para penulis yang namanya mungkin telah tak asing lagi. Membuat anda penasaran untuk segera membacanya. Begitupun ketika membaca kover belakang, mungkin anda menjadi ingin tahu bagaimana Hafiz meraih cita-citanya menjadi dokter seperti Pak Dokter yang di Puskesmas?
            Bagian awal novel ini begitu mengharukan. Peristiwa kebakaran sebuah kapal yang berujung pada banyaknya korban jiwa, termasuk Abi dan Umi Hafiz sebagai kedua orangtua Hafiz. Sedangkan Hafiz sendiri selamat dan tinggal bersama Kakek.
            Hafiz kecil iri dengan teman-temannya yang bersekolah. Ia ingin tahu bagaimana rasanya bersekolah. Sebaliknya, teman-temannya pun iri kepada Hafiz karena tidak bersekolah formal. Kakek menyuruh-nyuruh Hafiz tadarus, hafalan dan mendengarkan tafsir. Beliau berpikiran kolot dan tidak mengizinkan Hafiz bersekolah.
            Terdorong rasa penasaran, Hafiz sering mendekati sekolah teman-temannya. Atas usulan mereka, Hafiz sering mencuri dengar ketika Pak Jafar, guru teman-temannya di sekolah mengajar. Bahkan pernah Hafiz mengerjakan tugas menggambar Jidan, temannya yang sedang malas.
Pak Jafar yang melihat perbedaan “persepsi gambar” antara orang yang menggambar tanpa pernah melihat tempatnya dengan seseorang yang menggambar namun sudah melihat tempatnya, sangat keheranan. Hafiz yang sedang berada di bawah jendela ketahuan oleh Pak Jafar.
Pak Jafar yang simpati dengan Hafiz berusaha menemui Kakek Alimuddin, yang mengasuh Hafiz setelah kedua orangtuanya meninggal.  Guru berdedikasi ini membujuk sang kakek agar mengizinkan Hafiz bersekolah. Sayangnya, Kakek Alimuddin teguh pada pendiriannya.
“Dan, keputusan Kakek adalah Hafiz harus mengkhatamkan Al-Quran baru masuk sekolah. Bagi Kakek, Al-Quran bukan sekedar mendidik akhlak seseorang, tapi juga tujuan hidup manusia.” – Halaman 93 –
Hafiz yang mendengarkan penjelasan dari Kakek bertekad untuk membuktikan kalau ia bisa belajar sambil tetap hapalan Quran. Meski pada kenyataannya, beberapa waktu lalu ketika Hafiz sering mengintip Pak Jafar mengajar, hafalan Hafiz agak tersendat.
Suatu hari, empat polisi mengunjungi rumah Kakek. Ia mengira Kakek akan berceramah di pengajian yang besar. Hafiz ingin ikut, namun dilarang. Meski berat hati, Hafiz menerima keputusan Kakek untuk tidak ikut dan dititipkan kepada Ibu Umar.
Hafiz yang sebenarnya bingung, antara kesal dan gembira atas kepergian Kakek, mengungkapkan keinginannya ikut olimpiade seperti teman-teman sepermainannya kepada Pak Jafar. Alangkah senangnya Hafiz ketika mendapat dukungan dari Pak Jafar.
Penuh semangat Hafiz melanjutkan hafalan surat-surat dalam Al-Quran. Siangnya, setelah jam teman-temannya pulang sekolah, Hafiz belajar di sekolah bersama Pak Jafar. Di sekolah Hafiz harus belajar pelajaran dasar seperti baca, tulis, dan berhitung. Hingga dalam waktu seminggu, Hafiz baru bisa membaca setengah buku kelas satu.
Hafiz berharap dalam hati, kepulangan Kakek ditunda satu minggu lagi. – Hal. 125 –
Harapan Hafiz terkabul. Namun hal yang tidak diharapkan pun datang bersamaan. Kakek dituduh sebagai teroris.
Hampir satu bulan Kakek pergi ke kecamatan. Hafiz merasa kesepian. Teman-temannya menjauhi karena mendengarkan pesan orangtua mereka agar tidak ngaji ke langgar Kakek dulu. Hanya Ibu Umar yang bisa menenangkan Hafiz karena percaya seratus persen bahwa Kakek bukan teroris.
Untuk menenangkan hatinya sendiri, Hafiz mendatangi Pak Jafar. Meski kadang kesal pada sikap Kakek yang kelewat disiplin, Hafiz sayang pada Kakek. Hafiz tidak ingin Pak Jafar menganggap Kakek teroris. Ternyata sebaliknya, Pak Jafar tidak menganggap Kakek teroris. Bahkan, Pak Jafar  berkomunikasi dengan teman-temannya melalui e-mail agar Kakek segera dibebaskan.
Hafiz yang kurang mengerti tentang kehidupan dan juga ungkapan Pak Jafar, bolos belajar baca, tulis, dan berhitung. Pada hari keempat, satu bulan setelah Kakek pergi, Kakek kembali dengan penampilan yang membuat Hafiz pangling. Hafiz yang sempat berprasangka buruk kepada Pak Jafar segera berterima kasih telah membantu membebaskan Kakek.
 Kepulangan Kakek membuat Hafiz semakin dekat dengan beliau. Hafiz jadi tahu cerita masa lalu Kakek dan banyak hal lainnya. Sayangnya, keakraban keduanya tidak berlangsung lama. Saat Hafiz belum khatam, masih kurang 2 surah lagi, menjelang subuh pada bulan Agustus, Kakek Alimuddin meninggal dunia. Kepergian Kakek mengguncangkan jiwa Hafiz hingga bersikap lain dari biasanya dan terbaring sakit di Puskesmas.
Setelah sembuh, Hafiz ke Surabaya untuk ikut pesantren Ramadhan. Pada bagian ini ada hal yang membuat saya mengerutkan kening.
... Dilihatnya sekilas baris-baris huruf dan angka yang tidak bisa dia baca. –Hal. 171 –
(Bukankah di bagian sebelumnya sudah dituliskan, Hafiz baru bisa membaca setengah buku kelas satu?) Sebagai anak yang cerdas dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, bukankah seharusnya Hafiz mengeja atau bertanya kepada orang yang memberikan kertas tersebut?
Cerita-cerita selanjutnya tentang kepolosan Hafiz begitu menegangkan, penuh kejutan dan juga mengesankan. Mengalir membawa Hafiz kedalam pertemanan dengan anak Rumah Dolan yang menyeretnya ke kantor polisi. Serta sangkaan diri seorang anak yang menyalahkan dirinya sendiri atas kecelakaan yang menimpa Pak Jafar.

Beberapa Kekurangan
Secara pribadi, saya sangat menyayangkan (maaf) nukilan ayat Al-Quran yang seharusnya menjadi “nilai lebih” novel ini justru menjadi tanda tanya besar. Jika hal tersebut dinilai sebagai seni, saya sangat menghargai seni. Namun,  jika pada ujungnya membuat bias, apalagi membingungkan, saya rasa harus dipertanyakan.
Semisal, tulisan mirip QS (hal. 19 dan beberapa halaman lainnya yang berkaitan dengan Al-Quran) membuat bingung beberapa pembaca. Biasanya, kalau saya memiliki buku yang sedang dibaca, saya akan membawanya ke mana-mana agar segera tuntas bacaannya. Hingga orang terdekat saya tertarik untuk mengetahui apa yang sedang saya baca dan ikut membacanya pula.
Saya sempat bingung melihat tulisan QS tersebut. Ketika bertanya kepada beberapa orang terdekat, tulisan tersebut memang membingungkan. Ada yang menyebutnya “dua es”, “dua dan”, “zet es”, “zet dan”. Padahal sebenarnya, tulisan itu kepanjangan dari Quran Surat. Bahkan, teman terdekat pembaca Quran dalam kesehariannya bingung ketika membaca Qamar yang sejatinya begitu jelas itu dibaca Qamar, bukan Zamar apalagi Zumar.
Kejanggalan lainnya berupa tulisan QS Al-Naml: 80 (hal. 126) dan QS Al-Naba: 40: 54 (hal. 188). Berdasarkan beberapa Al-Quran yang saya baca, ternyata bertuliskan An-Naml dan An-Naba. Bahkan ketika saya bertanya kepada seorang guru di suatu pondok pesantren yang benar memang An-Naml (dalam bahasa Indonesia=semut) dan An-Naba (dalam bahasa Indonesia =berita besar). Alasannya karena nun termasuk 1 dari 14 huruf syamsiah sehingga bacaan alif lam melebur ke dalam huruf syamsiah tersebut.
Selain itu ada beberapa untaian kata yang terkesan berlebihan.
... Leher, pundak, hingga punggungnya kesemutan. – Hal. 82 –
Benarkah kalimat tersebut? Apakah leher, pundak, hingga punggung kesemutan? Kesemutan itu berasa digigit semut, terutama pada kaki dan tangan karena lama duduk tanpa bergerak-gerak atau tertekan terlalu lama. Ya, kecuali memang ada penyakit tersebut yang diceritakan penulis sebelum dan sesudahnya mengenai kesemutan di leher, pundak, hingga punggung Hafiz.
Pada paragraf akhir halaman 131 ada kalimat yang hilang. Begitu pun berlanjut ke halaman 132, ada bagian kalimat yang hilang juga. Dan pada paragraf awal halaman 142, tulisannya berdempet-dempetan, tanpa spasi.

 Kelebihan novel Mahkota Cahaya untuk Ayah Bunda
Terlepas dari kekurangannya, semoga kelak ketika novel ini cetak ulang, diharapkan ada perbaikan ke arah lebih tepat sehingga tidak membingungkan pembaca pada umumnya. Apalagi cerita ini berkisah perjuangan meraih cita-cita sedari masa kanak-kanak yang menginspirasi, dan sangat layak menjadi bacaan "umum" (mulai dari anak-anak hingga dewasa). 
Bahkan, pesan moralnyapun begitu halus untuk tetap menjaga fokus pada tujuan agar tetap dapat menjaga keseimbangan, tekad yang kuat akan mengarahkan seseorang pada keberhasian,  korelasi Al-Quran dengan kehidupan seperti pada halaman 86, maupun pengetahuan lainnya yang begitu unik.
Hal yang paling berkesan bagi saya adalah bagaimana penulis menyisipkan pengetahuan tentang latar tempat dan waktu yang begitu apik. Sehingga Pulau Antara, tempat yang tidak ada dalam peta tersebut terasa sekali gambaran suasana lingkungan alam dan kehidupan masyarakatnya.

 _ Semoga bermanfaat _

(Resensi Ini Diikutkan dalam Lomba Indiva Readers Challenge (IRC) 2014)

Bersatu Memandirikan Anak Luar Biasa

  Sebelum adanya pandemi COVID-19, setiap hari Selasa, mulai pukul 11.00 WIB hingga selesai, peserta didik SLB B Sukapura kelas tinggi, sebu...