Rabu, 23 Januari 2013

Jejak Hilangnya Komputer di Sekolah



Agak awal datang ke sekolah. Langsung naik ke atas, lantai dua, Rombel 1, kelas 1 SDLB-B dan kelas 2 SDLB-B. Tanpa berkeliling pandang langsung turun lagi ke lantai bawah. Berinteraksi bersama siswa, bersih-bersih halaman dan lain-lain.
Betapa terkejutnya ketika seorang guru memanggil namaku. Ia bertanya, “Komputer di atas ke mana?”
Aku menggelengkan kepala, “Nggak tahu, Pak. Siapa tahu ada di ruangan kantor?”
Tanpa berlama-lama, kami mengecek ruangan kantor. Komputer kelas atas tetap tidak ketemu. Kita pun berkeliling ke semua ruangan di sekolah. Hasilnya nihil. Komputer raib. Tidak bisa ditemukan.
Setelah kepala sekolah dan guru-guru berkumpul, investigasi pun dijalankan. Semua mengamati kemungkinan bagaimana seorang pencuri bisa masuk ke sekolah.
Berdasarkan dugaan sementara, dari jejak kotoran dan tapak kaki, kita tahu bagaimana pencuri itu bisa menggondol komputer bersama CPU-nya. Dugaannya, pencuri naik melalui atap sekolah. Pinggiran genting menyambung ke kelas atas. Parahnya, pinggiran genting tersebut langsung tersambung dengan pintu kelas atas.
Dugaan terus berlanjut. Hal yang tak kuduga. Waktu aku memasuki Rombel 1, aku tak memerhatikan hal ini. Hingga guru-guru menunjukkan jejak kaki menaiki meja guru yang terhubung ke jendela. Kemudian, kotoran dan jejak kaki di jendela dari kaca.
Ampun! Aku memegangi kepalaku. Betapa mudahnya akses pencuri mengambil barang milik sekolah. Padahal, settingan kelas itu dimaksudkan untuk mempermudah aku mengajar. Meja yang kusimpan di pojok dekat jendela supaya ruangan terlihat luas. Dan, anak-anak lebih leluasa menggunakan ruangan.
Kehilangan satu unit komputer di sekolah meninggalkan jejak yang nempel terus di kepalaku. Betapa tega pengambilnya. Apa mereka nggak mikir? Barang yang mereka ambil itu fasilitas umum. Sarana belajar bagi anak-anak berkemampuan khusus.
Pengamatan berlanjut ke luar jendela. Di atas atap basah berlumut terdapat beberapa jejak kaki. Jejak pencuri yang membekas di otak dan pikiranku. Karena pencurian terjadi bukan hanya di sekolahku saja. Sudah beberapa teman guru dari sekolah lain menceritakan kehilangan komputer dan perlengkapan di sekolah mereka.
Bahkan, dalam waktu seminggu ini aku mendengar cerita serupa berupa kehilangan. Bukan hanya tentang kehilangan komputer atau notebook saja. Motor yang cukup jelas terlihat pandangan mata pun bisa hilang.
Aku menyayangkan mereka yang tidak mau melaporkan kehilangan benda milik mereka. Bagaimana aparat keamanan mau melacaknya jika tidak ada laporan secara resmi?
Tapi, aku juga tidak bisa menyalahkan pemikiran mereka. Ada yang bilang, kalau urusan dengan polisi itu ribet. Harus lapor, begini terus begitu. Memakan waktu lama. Sudah ketemunya lama, kalau ketemu harus nebus barangnya dengan sejumlah uang, dengan alasan biaya penyelidikan.
Duh, duh, duh... begitu ya alurnya? Ribet plus melelahkan hati dan juga pikiran. Ternyata, lebih baik menjaga barang milik kita secara maksimal, daripada harus kehilangan yang meninggalkan jejak menyakitkan. Selain itu, muncul banyak kekhawatiran jadinya. Rasanya kurang nyaman saat meninggalkan tas pada jam istirahat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan jejak.
Akan saya respon secepatnya.
Terima kasih sudah berkunjung.

Bersatu Memandirikan Anak Luar Biasa

  Sebelum adanya pandemi COVID-19, setiap hari Selasa, mulai pukul 11.00 WIB hingga selesai, peserta didik SLB B Sukapura kelas tinggi, sebu...