Kamis, 19 Juni 2014

Anak Lelaki yang Hebat (Majalah Bobo))


Anak Lelaki yang Hebat
Oleh Susanti Hara Jv

Sepulang sekolah, Didi melemparkan perlengkapan sekolahnya ke sembarang tempat. Rumah Didi berantakan, mirip kapal pecah. Selesai makan, Didi pasti langsung pergi bermain.
Bu Hani, ibunya Didi, sudah ratusan kali mengeluh dan mengingatkan pentingnya kebersihan. Didi selalu mengacuhkan nasihat ibunya.
Suatu hari, Bu Nia, majikan Bu Hani, memberitahukan keinginannya kepada Bu Hani. Dan Bu Hani menyampaikannya kepada Didi.
"Didi, mulai besok, Ibu Nia meminta kamu ke rumahnya. Kamu mau, kan?" pinta Bu Hani.
"Enggak, ah," tolak Didi.
"Lo, kenapa?" Bu Hani heran.
"Nanti, Didi pasti disuruh bekerja seperti Ibu. Iya, kan?” Didi ketus. “Rugi dong. Didi nggak bisa main."
"Justru, sebaliknya. Di sana banyak mainan. Kamu cuma menemani Rendi. Mau, ya?" Bu Hani memohon.
Berat hati, Didi mengangguk setuju.
Keesokan harinya. Sepulang sekolah, di ruang tengah rumah Didi sudah ada Pak Ilham, sopir pribadi keluarga Ibu Nia.
Seenaknya saja Didi masuk rumah, tanpa mengucapkan salam. Didi melemparkan tas, sepatu, dan seragam sekolahnya di sembarang tempat.
Wajah Bu Hani merah padam, sudah siap mengomel. Saat teringat ada tamu di rumahnya, Bu Hani menahan kekesalannya. Menjaga perasaan tamu agar tidak tersinggung.
"Bu, aku sudah siap!" seru Didi.
Bu Hani dan Didi segera menaiki mobil. Pak Ilham mengendarainya sampai di rumah bertingkat tiga.
Didi mengamati seisi rumah yang baru pertama kali diinjaknya. Ia berdecak kagum. Di dalam rumah ini, tidak ada satu pun barang berantakan. Buku-buku tertata rapi di dalam lemari khusus. Hiasan dinding berjajar teratur. Pakaian menggantung pada tempatnya
"Ini pasti Didi," sapaan ramah seorang anak lelaki, sambil menjulurkan tangannya ke arah Didi. "Nama saya Rendi."
Rendi langsung mengajak Didi ke kamarnya. Aroma pengharum ruangan menyegarkan. Rasanya, Didi ingin tinggal di tempat ini. Didi meraba tempat tidur Rendi. Halus dan lembut di tangannya.
“Didi, kamu sudah makan belum?” tanya Rendi.
“Belum,” jawab Didi.
Langkah cepat, Rendi mengajak Didi menuju ruang makan. Rendi mengajak Didi melafalkan doa sebelum makan. Didi bengong. Selama ini, sebelum makan, Didi tidak pernah berdoa dulu. Selesai berdoa, keduanya menikmati sepiring nasi dan setengah mangkuk soto ayam.
"Aku selalu suka masakan Bu Hani," puji Rendi. "Nyam, nyam, enak!"
"Aku juga suka masakan Ibu," ungkap Didi.
Baru kali ini Didi menyadari, Ibunya baik sekali. Sebelum pergi bekerja, pasti sudah menyiapkan semua keperluan Didi. Tetapi, belum pernah sekalipun Didi memuji Ibunya. Didi makan sambil merenung, hingga makanannya habis.
"Kok diam saja?" ujar Rendi. "Yuk, kita main keluar."
Di luar dugaan, Rendi mencuci peralatan bekas makannya terlebih dahulu. Dengan terpaksa, Didi mengikutinya.
Selesai membereskannya, Rendi mengajak Didi menuju gudang. Suara pintu berderit mengagetkan Didi. Matanya terbelalak. Diamatinya susunan tumpukan karung berisi mainan.
Rendi meraih karung mengembung. Karung-karung di dekatnya tertarik. Dan, gudang menjadi berantakan.
Rendi memberikan dua buah pesawat mainan ke tangan Didi. "Tunggu, kita rapikan ruangan ini dulu!" seru Rendi.
“Rendi, kenapa kamu membereskannya sendiri?” tanya Didi, bingung.  “Bukankah ada Pak Ilham sama Ibu?”
"Papa bilang, anak lelaki harus hebat,” ujar Rendi, bangga. “Laki-laki itu calon pemimpin. Papa sering mengingatkan aku. Berusahalah semampunya! Kalau kita sudah tidak bisa, baru meminta bantuan orang lain."
Didi murung, teringat ayahnya yang meninggal tiga tahun lalu. Sekarang, Didi sudah kelas empat SD. Rendi beruntung masih memiliki ayah, pikir Didi.
"Sudah beres. Yuk, kita ke lapangan," ajak Rendi.
Didi mengamati sekitar lapangan. Tempatnya luas. Di pinggir lapangan ditanami pepohonan. Aneka tanaman hias tampak beragam.
"Wah, ramai sekali," ujar Didi.
"Kalau sore, anak-anak komplek selalu berkumpul. Ayo, aku kenalkan kamu sama teman-temanku." Rendi menarik pelan tangan Didi.
Hari pertama di Komplek Perumahan Elit, Didi langsung berteman dengan Rendi, sekaligus temannya Rendi. Senyum terkembang, Didi bahagia. Teman-teman barunya ramah, santun, dan mudah akrab.
Pesawat mainan remote control menabrak dinding benteng, perbatasan Komplek Perumahan Elit, dan komplek lainnya. Anak-anak di lapangan tertawa bersama. Mereka geli melihat pesawat berputar-putar di udara.
Hingga tiba saatnya Didi pulang ke rumah, keakrabannya bersama teman-teman barunya masih membayang. Senangnya, berteman dengan Rendi, pikir Didi.
Memasuki kamarnya, Didi teringat kamar Rendi. Kedua tangannya meraba tempat tidurnya.
“Ih, kasar. Banyak debu. Sumpek,” gumam Didi. Ia mengambil sapu lidi di sudut ruangan. Disapunya kasur hingga bersih.
“Ah, nyamannya. Mulai besok, aku mau merapikan seisi rumahku, ah,” janji Didi. “Aku nggak mau kalah sama Rendi. Aku mau menjadi anak lelaki yang hebat.”





1 komentar:

  1. waaaah.... keren euy dimuat :D selamat ya teh :)) mudah-mudahan makin produktif, aamin...!

    BalasHapus

Silakan tinggalkan jejak.
Akan saya respon secepatnya.
Terima kasih sudah berkunjung.

Bersatu Memandirikan Anak Luar Biasa

  Sebelum adanya pandemi COVID-19, setiap hari Selasa, mulai pukul 11.00 WIB hingga selesai, peserta didik SLB B Sukapura kelas tinggi, sebu...