Jumat, 07 Juni 2013

Personal Branding, Multitasking, dan Multiple Intelegensi





Ide untuk menulis ini terbersit setelah saya mengikuti kegiatan Forum Penulis Bacaan Anak yang sedang berulang tahun yang ke-3. Bertempat di Bandung Indah Plaza, pada hari Sabtu 25 Mei 2013 dalam kegiatan ngobrol santai dengan mengusung tema “Antara Buku, Blog, dan Personal Branding”.
Pengisi Acara tersebut adalah:
Host: Ali Muakhir dan Benny R
1). Ary Nilandari (PaBerLand)
2). Bang Aswi (Warung Bloger)
3). Indah Juli (KEB)
4). Indari Mastuti (IIDN)
Penampilan Khusus: Amira (Putri Wylvera) dan Rina (Putri Citra Savitri) 

Namun, mengapa baru sekarang saya memublikasikannya? Jawabannya sederhana. Saya ingin (riset) bertanya dulu kepada beberapa teman rekan guru sukwan maupun honor.
Apa sih yang kalian tahu tentang personal branding? Beberapa dari rekan saya hanya mesem, dan senyum-senyum.
Berbeda dengan ketika saya tanya, kalau multitasking tahu enggak? Oh itu, yang bisa mengerjakan ini itu, mengerjakan apa yang bisa dikerjakannya, bisa melakukan lebih dari tiga pekerjaan sekaligus dalam satu waktu, dll.
Saya ikut terbawa suasana senyum-senyum. Tampaknya, di kalangan kita lebih terkenal multitasking daripada personal branding. Kita memang harus jujur mengakui, mau tidak mau, guru itu sebenarnya multitasking. Guru bukan cuma mengajar saja, harus membuat perencanaan, melaksanakan pembelajaran, menilai, evaluasi, dll. Sebenarnya sih cakupannya itu-itu juga (bidang pendidikan).
Lebih unik lagi, ketika kita mengobrol tentang personal branding. Respon yang saya dapat berbeda-beda begitu saya menyebutkan kalau personal branding itu pencitraan atau cara pandang orang lain terhadap kita, kita ingin dikenal sebagai apa oleh orang lain?
Hampir semua jawabannya setipe dengan saya. Saya ya ingin menjadi SAYA. Saya ya SAYA. (Gubrag. )
Saya mencoba mencari cara lain. Meski dari beberapa rekan sukwan dengan honor tak seberapa, bahkan ada yang tidak mendapat honor sama sekali, namun beberapa dari mereka sukses sebagai pengusaha dengan bidang yang berbeda.
Kan, kamu sudah punya usaha yang sukses, terus ngapain masih ngajar di sekolah luar biasa? Kan, honornya jauh, ratusan kali lipat dari penghasilan kamu sebagai pengusaha?
Voila! Jawabannya berbeda-beda. Ada yang cari status supaya dapat pengakuan dari masyarakat sebagai guru, pengabdian untuk sesama, menyampaikan kembali ilmu yang sudah dimiliki, dll.
Harus saya akui diakhir perbincangan dengan mereka. Tampaknya, mereka kurang peduli dengan personal branding. Mereka lebih peduli dengan apa yang harus mereka lakukan.
Sejujurnya, termasuk saya sendiri. Saya lebih peduli dengan pengembangan kecerdasan anak (multiple intelegensi) yang konon para ahli telah menemukan 150 jenis kecerdasan pada manusia.
Padahal yang saya kenal di bangku kuliah sampai sekarang ada sembilan kecerdasan.
1.       Inteligensi linguistik ( Linguistic intelligence)
2.       Inteligensi matematis-logis ( Logical – mthematical intelligence )
3.        Inteligensi ruang-visual (Spatial intelligence )
4.        Inteligensi kinestetic-badani (bodily- kinesthetic intelligence )
5.       Inteligensi musikal ( Musical intelligence )
6.       Inteligensi interpersonal ( Interpersonal intelligence )
7.        Inteligensi intrapersonal ( Intrapersonal intelligence )
8.       Inteligensi lingkungan / naturalis ( Naturalist intlligence )
9.       Inteligensi eksistensial ( Exixtential intlligence )
Berdasarkan pengalaman saya secara pribadi, personal branding terbangun setelah saya melakukan sesuatu. Semisal, ketika saya mendapatkan permintaan menulis novel bersetting luar negeri, saya meminta pendapat seorang guru baru yang benar-benar suka sekali dengan negara yang sedang saya tulis.
Hasilnya, setelah guru baru tersebut membaca tulisan saya, ada satu bahasa asing dari luar negeri tersebut yang sering dia ucapkan. Arti bahasa Indonesianya sederhana, ya ampun!
Perlahan, mereka di sekitar saya pun bertanya dan tahu kalau saya menulis novel. Mulai dari guru satu sekolah, satu yayasan, ketua yayasan, hingga ke pengawas gugus. Yang saya rasakan adalah malu ketika pengawas gugus dari dinas mengatakan kalau kita punya penulis fiksi. Hehe....
Padahal, saya sendiri belum tahu, akankah novel tersebut terbit atau tidak? Sebagai penulis yang sering berinteraksi dengan penulis dan juga dengan kalangan penerbit, saya mendapatkan banyak pengetahuan. Proses penerbitan novel bukanlah hal mudah.
Namun, dari hal tersebut saya benar-benar belajar, personal branding bisa saja orang lain yang melabeli setelah mengetahui siapa kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan jejak.
Akan saya respon secepatnya.
Terima kasih sudah berkunjung.

Bersatu Memandirikan Anak Luar Biasa

  Sebelum adanya pandemi COVID-19, setiap hari Selasa, mulai pukul 11.00 WIB hingga selesai, peserta didik SLB B Sukapura kelas tinggi, sebu...