Sabtu, 08 Juni 2013

Serunya Uji Kompetensi Guru (UKG) Online 2013 di SMAN 07 Bandung





Sabtu, 08 Juni 2013, menjadi hari mencekam sekaligus penuh cerita. Mengikuti ujian, apalagi ujian yang berbentuk pilihan ganda online, bukanlah hal menyenangkan bagi saya.
Sebelum pelaksanaan UKG, saya mengikuti seminar “Menuju Kompetensi Guru SLB yang Profesional”. Seminar tersebut membedah kisi-kisi soal UKG. Saya mendapatkan gambaran untuk kembali memdalami standar kualifikasi dan kompetensi guru PK/SLB.
Sederhananya, ada empat kompetensi. Rumitnya, dari empat kompetensi tersebut beranak cucu. Dari kompetensi pedagogik saja ada 10 standar kompetensi dan 41 kompetensi dasar.
Untuk kompetensi profesional, mengetahui program pembelajaran konpensatoris, harus membuka sampai ratusan buku (tidak sempat saya lakukan). Mulai dari yang berlabel A (Tunanetra dengan orientasi mobilitas) hingga autisme.
Dari awal sudah menjadi hal yang terasa sulit, karena saya bukanlah orang yang senang menghapal ratusan istilah dalam dunia pendidikan luar biasa. Banyak sekali istilah yang agak mirip namun beda makna dan artinya. Meski sulit harus tetap dijalani jika ingin mengikuti PLPG dan Sergur 2013.
Begitupun ketika hari H, tampaknya bukan hanya saya saja yang super prepare. Guru-guru dari sekolah lain yang mengikuti UKG 2013 di SMAN 07 Bandung, memegang kertas hapalan di tangan mereka.
Hujan deras sampai membuat banjir, petir menggelegar sahut menyahut, makin membuat kita bertanya-tanya. Akankah UKG hari ini berlangsung lancar? Mengingat sekarang sistemnya online, langsung mengerjakan di depan komputer. Bisa saja, kan, tiba-tiba sistem mengalami gangguan (maunya, enggak usah UKG langsung lulus).
Saya bersama rekan guru dari SLB B Sukapura menunggu waktu ujian di masjid bersama guru dari SMKN 02 Bandung. Guru tersebut menceritakan perjuangannya dari Bojong Koneng untuk sampai ke SMAN 07 yang beralamat di Jl. Lengkong Kecil no. 53 Bandung. Bersyukur saat hujan, taksi melintas. Tanpa memikirkan berapa ongkosnya, ia naik. Dan betapa kagetnya ketika ia membayar ongkos taksi. Ongkosnya jauh diluar dugaan Rp30.000,-.
Teng, waktunya ujian. Ruang laboratorium komputer mulai dipadati peserta UKG. Beberapa peserta datang terlambat karena terhambat faktor alam. Bahkan, ada ibu-ibu peserta yang datang hampir satu jam setelah ujian berlangsung.
Petugas TUK UKG baik banget. Meminta ibu itu menarik napas, tenang, kenali komputer dulu, dan memberitahu bagaimana cara menggunakan komputer untuk uji kompetensi.
Peserta di sebelah kanan saya pun terlambat. Begitu datang, dia langsung cuap-cuap. Dia mendapat kabar dari teman yang ujian di SMAN lain, listriknya mati.
Percaya diri dia menggunakan komputer. Saya nyengir ketika mendengar pertanyaan darinya, “Soalnya yang mana?”
Yang paling atas itu soalnya. Jawabannya pilih option A, B, C, atau D, ada di bawah soal.
Owh
Di depan komputer, menghadapi seratus soal UKG, saya senyum miris. Nih pembuat soal berhasil membuat saya puyeng. Pengecoh jawabannya benar-benar berfungsi. Saya sampai benar-benar menggunakan otak, hati, dan perasaan untuk menjawabnya.
Bahkan, setelah selesai menjawab semuanya, berhubung masih ada waktu, saya memeriksa ulang jawaban lagi. Hasilnya, saya makin banyak mikir, benar enggak ya jawaban-jawaban saya?
Yang paling seru, setelah proses di depan komputer selesai. Di luar laboratorium, kita mengulas soal ujian. Hampir semua peserta mengeluh soal yang berbeda dengan yang mereka hapalkan.
Inilah beberapa keluhan di antara obrolan kami.
“Saya mengerjakan main feeling. Entah jawabannya benar atau salah. Yang penting dijawab dulu saja.”
“Pantes ya, tahun lalu ada yang kecelakaan motor setelah ikut UKG begini. Soalnya susah untuk dijawab. Menegangkan, membuat khawatir tidak lulus.”
“Paling banyak itu soal C (tunagrahita) dan D (tunadaksa), padahal itu bukan bidang saya. Jadinya, main asal jawab karena enggak ngerti.”
“Tadi, saya takut didiskualifikasi karena datang terlambat. Tahu enggak, di tempat saya banjir. Kendaraan saya mogok. Saya sampai minta tolong ke setiap ojeg yang lewat. Syukurlah, meski datang terlambat saya bisa mengikuti UKG.”
“Saya memang tidak hoki kalau ikut ujian. Sudah bekerja keras, menghapal mati-matian, masih terkadang susah juga mengerjakan.”
“Aduh, aku tuh sebenarnya sudah baca untuk menjawab soal. Tapi mendadak lupa. Susah sekali untuk memanggil ingatan dalam kepala saya.”
“Sudah bayar ikut seminar, eh yang keluar soalnya hanya beberapa. Sudah capek-capek menghapal yang keluar soalnya beda. Mana temanku yang UKG hari Senin dan tanggal 15 Juni 2013 sudah PD banget, pokoknya yang dari seminar keluar semua.”
Saya sendiri cukup kaget ketika harus menyelesaikan seratus soal UKG Online di depan komputer. Entah pengetahuan saya yang masih dangkal, atau karena memang pengecoh jawaban berfungsi membuat saya berpikir mencari jawaban paling tepat, atau karena memang soalnya bukan bidang kekhususan yang saya ampu, banyak sekali soal yang saya selesaikan dengan jawaban meragukan. Namun, saya sangat bersyukur telah menyelesaikan tugas tersebut. Seakan ada sebagian beban yang lepas.
Pelajaran penting bagi saya pribadi ketika mendengar semua keluhan itu adalah tidak berdiam di titik nyaman. Selalu ada titik kritis tak terduga yang harus dihadapi. Meski sudah tahu kisi-kisi dan gambaran soal, membaca berbagai referensi itu tetap harus.
Semoga rekan yang belum UKG lebih bersiap diri. Lebih banyak membaca sebagai bahan pengetahuan.
Salam sukses!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan jejak.
Akan saya respon secepatnya.
Terima kasih sudah berkunjung.

Bersatu Memandirikan Anak Luar Biasa

  Sebelum adanya pandemi COVID-19, setiap hari Selasa, mulai pukul 11.00 WIB hingga selesai, peserta didik SLB B Sukapura kelas tinggi, sebu...