Kamis, 17 Juli 2014

Mahkota Cahaya untuk Ayah Bunda



Judul                           : Mahkota Cahaya untuk Ayah Bunda
Penulis                         : Fifa Dila
Penyunting                  : Tofik Pram
Penyelaras aksara        : M. Eka Mustamar
Penata aksara              : Nurul M. Janna
Desain sampul             : Wida Sartika
Penerbit                       : Noura Books (PT. Mizan Publika)
Terbit                           : Cetakan 1, 2014
ISBN                           : 978-602-1306-26-0
Tebal buku                  : 256 halaman
Harga buku                 : Rp 44.000,00
            Membuka halaman pertama novel ini, anda akan terbius oleh endorsment dari para penulis yang namanya mungkin telah tak asing lagi. Membuat anda penasaran untuk segera membacanya. Begitupun ketika membaca kover belakang, mungkin anda menjadi ingin tahu bagaimana Hafiz meraih cita-citanya menjadi dokter seperti Pak Dokter yang di Puskesmas?
            Bagian awal novel ini begitu mengharukan. Peristiwa kebakaran sebuah kapal yang berujung pada banyaknya korban jiwa, termasuk Abi dan Umi Hafiz sebagai kedua orangtua Hafiz. Sedangkan Hafiz sendiri selamat dan tinggal bersama Kakek.
            Hafiz kecil iri dengan teman-temannya yang bersekolah. Ia ingin tahu bagaimana rasanya bersekolah. Sebaliknya, teman-temannya pun iri kepada Hafiz karena tidak bersekolah formal. Kakek menyuruh-nyuruh Hafiz tadarus, hafalan dan mendengarkan tafsir. Beliau berpikiran kolot dan tidak mengizinkan Hafiz bersekolah.
            Terdorong rasa penasaran, Hafiz sering mendekati sekolah teman-temannya. Atas usulan mereka, Hafiz sering mencuri dengar ketika Pak Jafar, guru teman-temannya di sekolah mengajar. Bahkan pernah Hafiz mengerjakan tugas menggambar Jidan, temannya yang sedang malas.
Pak Jafar yang melihat perbedaan “persepsi gambar” antara orang yang menggambar tanpa pernah melihat tempatnya dengan seseorang yang menggambar namun sudah melihat tempatnya, sangat keheranan. Hafiz yang sedang berada di bawah jendela ketahuan oleh Pak Jafar.
Pak Jafar yang simpati dengan Hafiz berusaha menemui Kakek Alimuddin, yang mengasuh Hafiz setelah kedua orangtuanya meninggal.  Guru berdedikasi ini membujuk sang kakek agar mengizinkan Hafiz bersekolah. Sayangnya, Kakek Alimuddin teguh pada pendiriannya.
“Dan, keputusan Kakek adalah Hafiz harus mengkhatamkan Al-Quran baru masuk sekolah. Bagi Kakek, Al-Quran bukan sekedar mendidik akhlak seseorang, tapi juga tujuan hidup manusia.” – Halaman 93 –
Hafiz yang mendengarkan penjelasan dari Kakek bertekad untuk membuktikan kalau ia bisa belajar sambil tetap hapalan Quran. Meski pada kenyataannya, beberapa waktu lalu ketika Hafiz sering mengintip Pak Jafar mengajar, hafalan Hafiz agak tersendat.
Suatu hari, empat polisi mengunjungi rumah Kakek. Ia mengira Kakek akan berceramah di pengajian yang besar. Hafiz ingin ikut, namun dilarang. Meski berat hati, Hafiz menerima keputusan Kakek untuk tidak ikut dan dititipkan kepada Ibu Umar.
Hafiz yang sebenarnya bingung, antara kesal dan gembira atas kepergian Kakek, mengungkapkan keinginannya ikut olimpiade seperti teman-teman sepermainannya kepada Pak Jafar. Alangkah senangnya Hafiz ketika mendapat dukungan dari Pak Jafar.
Penuh semangat Hafiz melanjutkan hafalan surat-surat dalam Al-Quran. Siangnya, setelah jam teman-temannya pulang sekolah, Hafiz belajar di sekolah bersama Pak Jafar. Di sekolah Hafiz harus belajar pelajaran dasar seperti baca, tulis, dan berhitung. Hingga dalam waktu seminggu, Hafiz baru bisa membaca setengah buku kelas satu.
Hafiz berharap dalam hati, kepulangan Kakek ditunda satu minggu lagi. – Hal. 125 –
Harapan Hafiz terkabul. Namun hal yang tidak diharapkan pun datang bersamaan. Kakek dituduh sebagai teroris.
Hampir satu bulan Kakek pergi ke kecamatan. Hafiz merasa kesepian. Teman-temannya menjauhi karena mendengarkan pesan orangtua mereka agar tidak ngaji ke langgar Kakek dulu. Hanya Ibu Umar yang bisa menenangkan Hafiz karena percaya seratus persen bahwa Kakek bukan teroris.
Untuk menenangkan hatinya sendiri, Hafiz mendatangi Pak Jafar. Meski kadang kesal pada sikap Kakek yang kelewat disiplin, Hafiz sayang pada Kakek. Hafiz tidak ingin Pak Jafar menganggap Kakek teroris. Ternyata sebaliknya, Pak Jafar tidak menganggap Kakek teroris. Bahkan, Pak Jafar  berkomunikasi dengan teman-temannya melalui e-mail agar Kakek segera dibebaskan.
Hafiz yang kurang mengerti tentang kehidupan dan juga ungkapan Pak Jafar, bolos belajar baca, tulis, dan berhitung. Pada hari keempat, satu bulan setelah Kakek pergi, Kakek kembali dengan penampilan yang membuat Hafiz pangling. Hafiz yang sempat berprasangka buruk kepada Pak Jafar segera berterima kasih telah membantu membebaskan Kakek.
 Kepulangan Kakek membuat Hafiz semakin dekat dengan beliau. Hafiz jadi tahu cerita masa lalu Kakek dan banyak hal lainnya. Sayangnya, keakraban keduanya tidak berlangsung lama. Saat Hafiz belum khatam, masih kurang 2 surah lagi, menjelang subuh pada bulan Agustus, Kakek Alimuddin meninggal dunia. Kepergian Kakek mengguncangkan jiwa Hafiz hingga bersikap lain dari biasanya dan terbaring sakit di Puskesmas.
Setelah sembuh, Hafiz ke Surabaya untuk ikut pesantren Ramadhan. Pada bagian ini ada hal yang membuat saya mengerutkan kening.
... Dilihatnya sekilas baris-baris huruf dan angka yang tidak bisa dia baca. –Hal. 171 –
(Bukankah di bagian sebelumnya sudah dituliskan, Hafiz baru bisa membaca setengah buku kelas satu?) Sebagai anak yang cerdas dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, bukankah seharusnya Hafiz mengeja atau bertanya kepada orang yang memberikan kertas tersebut?
Cerita-cerita selanjutnya tentang kepolosan Hafiz begitu menegangkan, penuh kejutan dan juga mengesankan. Mengalir membawa Hafiz kedalam pertemanan dengan anak Rumah Dolan yang menyeretnya ke kantor polisi. Serta sangkaan diri seorang anak yang menyalahkan dirinya sendiri atas kecelakaan yang menimpa Pak Jafar.

Beberapa Kekurangan
Secara pribadi, saya sangat menyayangkan (maaf) nukilan ayat Al-Quran yang seharusnya menjadi “nilai lebih” novel ini justru menjadi tanda tanya besar. Jika hal tersebut dinilai sebagai seni, saya sangat menghargai seni. Namun,  jika pada ujungnya membuat bias, apalagi membingungkan, saya rasa harus dipertanyakan.
Semisal, tulisan mirip QS (hal. 19 dan beberapa halaman lainnya yang berkaitan dengan Al-Quran) membuat bingung beberapa pembaca. Biasanya, kalau saya memiliki buku yang sedang dibaca, saya akan membawanya ke mana-mana agar segera tuntas bacaannya. Hingga orang terdekat saya tertarik untuk mengetahui apa yang sedang saya baca dan ikut membacanya pula.
Saya sempat bingung melihat tulisan QS tersebut. Ketika bertanya kepada beberapa orang terdekat, tulisan tersebut memang membingungkan. Ada yang menyebutnya “dua es”, “dua dan”, “zet es”, “zet dan”. Padahal sebenarnya, tulisan itu kepanjangan dari Quran Surat. Bahkan, teman terdekat pembaca Quran dalam kesehariannya bingung ketika membaca Qamar yang sejatinya begitu jelas itu dibaca Qamar, bukan Zamar apalagi Zumar.
Kejanggalan lainnya berupa tulisan QS Al-Naml: 80 (hal. 126) dan QS Al-Naba: 40: 54 (hal. 188). Berdasarkan beberapa Al-Quran yang saya baca, ternyata bertuliskan An-Naml dan An-Naba. Bahkan ketika saya bertanya kepada seorang guru di suatu pondok pesantren yang benar memang An-Naml (dalam bahasa Indonesia=semut) dan An-Naba (dalam bahasa Indonesia =berita besar). Alasannya karena nun termasuk 1 dari 14 huruf syamsiah sehingga bacaan alif lam melebur ke dalam huruf syamsiah tersebut.
Selain itu ada beberapa untaian kata yang terkesan berlebihan.
... Leher, pundak, hingga punggungnya kesemutan. – Hal. 82 –
Benarkah kalimat tersebut? Apakah leher, pundak, hingga punggung kesemutan? Kesemutan itu berasa digigit semut, terutama pada kaki dan tangan karena lama duduk tanpa bergerak-gerak atau tertekan terlalu lama. Ya, kecuali memang ada penyakit tersebut yang diceritakan penulis sebelum dan sesudahnya mengenai kesemutan di leher, pundak, hingga punggung Hafiz.
Pada paragraf akhir halaman 131 ada kalimat yang hilang. Begitu pun berlanjut ke halaman 132, ada bagian kalimat yang hilang juga. Dan pada paragraf awal halaman 142, tulisannya berdempet-dempetan, tanpa spasi.

 Kelebihan novel Mahkota Cahaya untuk Ayah Bunda
Terlepas dari kekurangannya, semoga kelak ketika novel ini cetak ulang, diharapkan ada perbaikan ke arah lebih tepat sehingga tidak membingungkan pembaca pada umumnya. Apalagi cerita ini berkisah perjuangan meraih cita-cita sedari masa kanak-kanak yang menginspirasi, dan sangat layak menjadi bacaan "umum" (mulai dari anak-anak hingga dewasa). 
Bahkan, pesan moralnyapun begitu halus untuk tetap menjaga fokus pada tujuan agar tetap dapat menjaga keseimbangan, tekad yang kuat akan mengarahkan seseorang pada keberhasian,  korelasi Al-Quran dengan kehidupan seperti pada halaman 86, maupun pengetahuan lainnya yang begitu unik.
Hal yang paling berkesan bagi saya adalah bagaimana penulis menyisipkan pengetahuan tentang latar tempat dan waktu yang begitu apik. Sehingga Pulau Antara, tempat yang tidak ada dalam peta tersebut terasa sekali gambaran suasana lingkungan alam dan kehidupan masyarakatnya.

 _ Semoga bermanfaat _

(Resensi Ini Diikutkan dalam Lomba Indiva Readers Challenge (IRC) 2014)

10 komentar:

  1. Bkin penasaran baca nih mba, di luar kekurangan yg ada dalam buku ini.

    Moga sukses ngontesnya yaaa :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuk, perbanyak bacaan.
      Terkadang, justru kekurangan menjadi hal menarik untuk diketahui.
      Terima kasih sudah berkunjung.
      Happy Ramadhan.

      Hapus
  2. wah lumayan nih buku baeu... jd pgn ke gramediaa....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuk ke Gramedia.
      Lagi senang ngacak-ngacak toko buku nih.
      Bekal buat mudik beberapa hari lagi. Hahahaha.
      Thanks kunjungannya.
      Happy Ramadhan.

      Hapus
  3. Mengamini doa Susanti Hara, moga novel ini cetak ulang jadinya salah cetak dan pemilihan font bisa direvisi segera.
    oiya, ini untuk lomba ya. Moga menang. Ulasan buku ini sangat lengkap tanpa mengulik-ulik ending ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga menjadi doa yang mustajab di bulan penuh berkah ini. Aamiin.
      Ending terbuka yang tampaknya akan ada kelanjutan, nih.
      Sukses selalu ya. Aamiin

      Hapus
  4. bagus teh, isi resensinya detail. sukses terus ya :) .

    BalasHapus
  5. Terima kasih sudah berkunjung. Hayu ikut ke Polar Braga hari ini. Ada Kang Adew n the gank perform. :)

    BalasHapus
  6. Biasa hunting buku di toko buku bekas, alias jarang banget ke Gramedia mba, jadi kalau ada buku baru kaya begini kurang tahu infonya.
    Tapi ntar coba dah di cek, kebenarnya, kalau mampir ke Gramedia :)

    BalasHapus
  7. Itu ada penulisnya, Mas. Bisa pesan sama Mbak Fifa Dila langsung kalau mau.
    Sukses ya!
    Terima kasih kunjungannya.

    BalasHapus

Silakan tinggalkan jejak.
Akan saya respon secepatnya.
Terima kasih sudah berkunjung.

Bersatu Memandirikan Anak Luar Biasa

  Sebelum adanya pandemi COVID-19, setiap hari Selasa, mulai pukul 11.00 WIB hingga selesai, peserta didik SLB B Sukapura kelas tinggi, sebu...