Selasa, 23 Desember 2014

Resensi Novel Ciuman Di Bawah Hujan: Antara Politik, Cinta, Dan Kekuasaan


Judul              :  Ciuman Di Bawah Hujan
Penulis           : Lan Fang
Desain & ilustrasi sampul: Eduard Iwan Mangopang
Penerbit         : Gramedia Pustaka Utama
Terbit             : Maret 2010
Tebal              : 360 hlm; 20 cm
ISBN               : 978-979-22-5528-7
Sinopsis:
Politisi identik dengan orang-orang ambisius dalam meraih kekuasaan. Tidak jarang dengan menghalalkan segala cara. Tetapi Yukio Hatoyama, perdana menteri Jepang yang mulai menjabat 16 September 2009 mempublikasikan filsafat yang sulit dipahami apalagi diterapkan, yaitu: politik itu cinta. 
Mungkinkah?
Novel ini bercerita tentang Ari, politisi bermata matahari yang tidak pernah mampu menangkap asap. Juga tentang Rafi, politisi berkaki angin yang terjebak basah gerimis. Dan tentang Fung Lin yang menantikan laki-laki yang akan menciumnya di bawah hujan. 
Dengan rasa setia kawan, tanggung jawab, pengorbanan, kerinduan dan pengharapan, Ciuman di Bawah Hujan menerabas dunia politik, dunia tanpa ampun itu.
Review:
Saya sangat suka ketika membaca bagian awal buku ini. Pada bagian Bebuka, ada ungkapan-ungkapan dan beberapa referensi tentang sisi psikologis. Saya seakan merasa penulis sedang kondisi “galau”. Dan berusaha mengenyahkan kegalauannya dengan menulis.
Maka saya berusaha menyelamatkan diri dari sakit yang bertumpuk dengan cara menulis. Saya menggali semua inti diri dan mengumpulkan orang-orang luar biasa:...
... saya menulis terus tanpa memedulikan apakah saya menulis dengan sadar atau tidak sadar. Sampai ketika semuanya terangkum dalam Ciuman di Bawah Hujan, saya sendiri tidak bisa lagi membedakan yang mana kejadian dan tokoh-tokoh saya yang fakta atau yang fiktif. - hal 8
Hampir tak percaya ketika membaca status teman di FB kalau penulis ini sudah meninggal, 25 Desember 2011 di RS Mount Elizabeth Singapore sehingga Novel Ciuman di Bawah Hujan menjadi karya terakhir kepenulisannya. Dalam usia 41 tahun harus menghembuskan napas terakhir di alam fana ini karena kanker hati.
Menjadi kebahagiaan tersendiri bagi saya untuk menulis review buku dari penulis yang telah menulis puluhan cerpen, buku anak, dan 9 novel yang diterbitkan penerbit-penerbit besar Indonesia. Apalagi saya pernah membaca cerpen berjudul Festival Topeng, karya Lan Fang yang membuat terpesona. Balutan kisah politik yang super apik dalam sebuah cerpen. Saya seakan menikmati suguhan cerita kehidupan sehari-hari tentang seorang perempuan yang mempunyai ambisi menjadi orang kaya, padahal nyatanya cerpen tersebut merupakan kisah politik.
Ciuman Di Bawah Hujan ditulis Lan Fang dengan sepenuh jiwa. Sebuah novel poilitik berbalutkan kisah roman tentang kisah cinta Fung Ling, gadis Tionghoa yang berprofesi sebagai jurnalis yang menantikan laki-laki yang akan menciumnya di bawah hujan.
Awalnya saya terkecoh dengan kedekatan Fung Lin sebagai tokoh utama dengan Ari sebagai anggota dewan. Saya kira sepanjang cerita akan bercerita kisah cinta mereka berdua. Ternyata, ceritanya lompat-lompat. Fung Lin sering teringat kebersamaanya dengan Anto, teman semasa kuliah dulu. Fung Lin sendiri tidak bisa menuntaskan kuliahnya karena ada musibah yang melanda keluarganya.
Kedekatannya dengan Ari membawa Fung Lin berkenalan dengan Rafi seorang anggota DPR. Kisah asmara mereka berdua unik sekali. Pembaca diajak untuk benar-benar mengenal tokoh Fung Lin sebagai pengkhayal.
Jujur, awalnya saya bingung ketika tikus-tikus yang sudah mati hidup kembali. Sekaligus salut dengan kehadiran Rafi yang seakan menyaksikan apa yang ada di hadapan Fung Lin. Saya kemudian berpikir, mungkin ini ceritanya filosofis dari kehidupan dunia politik. Saya masih menebak-nebak maksud dari bagian ini. Meski saya sendiri menggambarkannya sebagai kehidupan politikus yang setelah usai masa jabatannya bisa kembali menjabat andai terpilih. Dan perilaku mereka, mungkin digambarkan dengan tikus. Bangkit lagi dengan kekuasaan baru yang dapat menghidupkan sesuatu yang sudah “mati”, kemudian menggerakkannya kembali dengan kekuasaan yang mereka miliki.
Di novel ini Ari dan Rafi sama-sama menerabas dunia politik. Lan Fang cergas memasukkan realitas politik mengenai perilaku maupun kinerja anggota dewan. Lan Fang membuat tokoh-tokohnya benar-benar hidup karena ada beberapa bab yang terasa lompat-lompat menceritakan masing-masing tokoh.
Novel ini istimewa karena novel pertama yang saya baca tentang politik, cinta, dan kekuasaan yang dimiliki seorang anggota dewan secara tidak langsung. Memerlukan perenungan tersendiri untuk menikmati novel ini. Sebagai novel roman, penulis berhasil menghidupkan keadaan sekitar dengan kata-kata puitis menjadi satu kesatuan yang utuh membentuk kisah cinta dalam dunia politik.
Novel fiksi dewasa yang ke sembilan ini, seakan menggambarkan akhir perjuangan tokoh yang sungguh-sungguh ingin mencapai angka yang dipercayainya sebagai angka puncak dengan harapan, semoga menulis akan menjadi cara berkarya untuk keabadian. Dan harapannya terwujud. Tanggal 25 Desember 2011, beliau meninggal namun harapannya terwujud. Buku yang saya review ini menjadi satu buktinya.
-Doa yang terbaik untukmu di sana, duhai penulis yang berhasil mewujudkan impiannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan jejak.
Akan saya respon secepatnya.
Terima kasih sudah berkunjung.

Bersatu Memandirikan Anak Luar Biasa

  Sebelum adanya pandemi COVID-19, setiap hari Selasa, mulai pukul 11.00 WIB hingga selesai, peserta didik SLB B Sukapura kelas tinggi, sebu...