Senin, 22 Desember 2014

Resensi Novel Mei Hwa Dan Sang Pelintas Zaman: Kisah Cinta Dua Masa


Judul                            : Mei Hwa Dan Sang Pelintas Zaman
Penulis                         : Afifah Afra
Penyunting Bahasa     : Ayu Wulan
Penata Letak               : Puji Lestari
Desain Sampul            : Andi Rasydan
Penerbit                      : Penerbit Indiva, Solo
Cetakan pertama, Safar 1435 H./ Januari 2014
Jumlah Halaman        : 368 halaman
ISBN                          :  978-602-1614-11-2
Buku ini membuat saya jatuh hati pada pandangan pertama. Kover depan menurut saya sangat menarik. Anehnya saya menggambarkan kover ini dengan sesuatu yang tenang dan nyaman. Berbeda ketika membaca kover bagian belakang. Gejolak masalah sudah terasa sedari awal memegang novel ini. Sinopsis yang membuat saya penasaran dengan isi di dalamnya.
          “Dia korban pemerkosaan,” bisikan seorang lelaki berjas putih itu menyakiti hatiku.
          Korban pemerkosaan. Aku mengerang. Meradang. Seakan ingin memapas sosok-sosok beringas yang semalam menghempaskan aku kepada jurang kenistaan.
          “Kasihan dia,” ujar lelaki itu lagi, samar-samar kutangkap, meski gumpalan salju itu menghalangi seluruh organ tubuhku untuk bekerja normal seperti sediakala.
          Kenapa?”tanya seorang wanita, juga berpakaian serba putih.
          “Rumahnya dibakar. Tokonya dijarah. Ayahnya stres, masuk rumah sakit jiwa. Dan ibunya bunuh diri, tak kuat menahan kesedihan.”

Awalnya, saya sempat merasa pening membaca beberapa bab novel ini karena pergantian sudut pandang yang terasa melompat-lompat dari masa ke masa. Dengan sedikit paksaan tekad kuat untuk menuntaskan novel ini, akhirnya tuntas juga melahap sajian kisah tentang dua orang perempuan berbeda zaman, Mei Hwa dan Sekar Ayu.
Mei Hwa merupakan gadis keturunan China yang serba sempurna. Cantik, pintar, calon dokter hebat yang berkuliah di universitas ternama di Indonesia, dan keluarganya pun sempurna sebelum kejadian tragedi kerusuhan 1998 yang menghancurkan segalanya termasuk kehidupan Mei Hwa. Mei Hwa pun menjadi korban pemerkosaan yang biadab. Serta kehancuran lain keluarganya. Sangat tragis sekali ketika kebahagiaan harus terkoyak tragedi mengenaskan.
Musibah yang menimpa keluarga dan dirinya membuat jiwa Mei Hwa terganggu hingga harus dirawat di RSJ.  Saat melarikan diri, Mei Hwa bertemu dengan sang pelintas zaman, Sekar Ayu.
Menjelang akhir cerita barulah saya benar-benar dapat memahami isi novel ini dengan baik. Serta hubungan antara semua tokoh dengan jelas. Sekar Ayu merupakan sosok cucu Kiai Hadramaut dan berdarah bangsawan. Usia 7 tahun Sekar Ayu menjadi korban tindak asusila yang dilakukan oleh tentara Jepang. Setelah berhasil melarikan diri nasibnya tetap kurang beruntung. Cerita demi cerita hitam harus dijalaninya. Hingga suatu saat Sekar Ayu menyesali perbuatannya seumur hidupnya.
Dan pada bagian ending, saya sangat terperangah. Betapa apik, mulus, dan lihai penulis mengemas semuanya hingga menjadi cerita yang utuh membentuk satu kesatuan tak terpisahkan. Ending yang seharusnya bahagia malah terasa mengharu biru ikut merasakan kebahagiaan sekaligus duka para tokohnya.
Menarik napas lega begitu berhasil menuntaskan isi buku ini. Banyak hikmah yang bisa saya petik, di antaranya terus memperjuangkan kehidupan meski memiliki latar belakang kisah pahit dan tak mengenakkan sekalipun (berkaca pada tokoh Mei Hwa).
Entah apa sebutannya untuk novel ini, apakah novel romance berbalut sejarah? Ataukah novel sejarah berbalut kisah cinta. Sepertinya lebih kuat dalam kisah cintanya karena bagi saya sendiri selama mengikut sajian alur, plot, dan konflik-konflik dalam novel ini kisah sejarahnya hanya sedikit sekali. Seakan sekilas- sekilas saja. Bahkan terasa ada beberapa unsur kebetulan yang masih menyisakan tanya dalam benak dengan hadirnya tokoh tambahan namun tidak ada dalam kisah sedari awal hingga ke tengah cerita. Bagaimana kehidupan dan hubungan tokoh ini sebenarnya dengan Mei Hwa.
Lepas dari semua itu saya menikmati pesan untuk berempati kepada sesama meski dalam kisah novel sekalipun. Bisa jadi, ada orang seperti itu di sekitar kita yang sedang menutup diri dan memerlukan bantuan. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan tinggalkan jejak.
Akan saya respon secepatnya.
Terima kasih sudah berkunjung.

Bersatu Memandirikan Anak Luar Biasa

  Sebelum adanya pandemi COVID-19, setiap hari Selasa, mulai pukul 11.00 WIB hingga selesai, peserta didik SLB B Sukapura kelas tinggi, sebu...